Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan investasi bodong menjamur karena banyak orang yang serakah dalam mengejar keuntungan.
Ketua Satgas SWI Tongam L Tobing membeberkan kelompok yang sering menjadi korban sebenarnya sudah mengetahui investasi tersebut ilegal. Namun, mereka tetap nekat bergabung karena serakah ingin mendapatkan cuan besar.
"Investasi bodong menyasar semua kelompok, tapi dapat dilihat. Dari kelompok masyarakat yang (jadi korban) sudah mengetahui investasi ilegal, tapi ingin mendapat keuntungan besar karena keserakahan," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk jenjang pendidikan, Tongam menyebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut soal kelompok masyarakat yang menjadi korban. Pasalnya, banyak korban yang justru memiliki pendidikan formal tinggi.
Sedangkan untuk tingkat pendapatan, dari data pengaduan yang diterima SWI, rata-rata korban investasi ilegal adalah masyarakat menengah ke bawah.
Tidak jarang, lanjut Tongam, korban menempatkan dana mereka di investasi ilegal dengan menggunakan uang pinjaman alias bukan lebihan dari kelebihan dana pribadi.
"Dengan harapan mendapatkan keuntungan besar dan mampu mengembalikan pinjaman," ungkapnya.
Dalam membendung investasi bodong, selain mengedukasi dan mengumumkan daftar investasi ilegal kepada masyarakat, ia menyebut Satgas juga memblokir situs web dan aplikasi, dan menyampaikan laporan ke pihak kepolisian.
Sejauh ini, ia mengatakan beberapa investasi bodong telah diproses secara hukum. Mereka adalah Koperasi Pandawa Depok, CSI Cirebon, Dream for freedom, dan First travel.
"Apabila sudah masuk proses hukum, semua kami serahkan pada putusan pengadilan," ujar Tongam.
Sebelumnya, SWI Otoritas Jasa Keuangan mencatat kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp114,9 triliun dalam satu dekade terakhir. Itu terhitung sejak 2011.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito mengatakan besarannya kerugian disebabkan mudahnya masyarakat terbujuk iming-iming keuntungan tinggi.
"Beberapa saat lalu di Depok ada, pelakunya enggak lulus SMA. Korbannya banyak orang-orang top. Berpendidikan tinggi. Itu berarti pelaku lebih cerdas daripada yang ditipu," ujarnya dalam diskusi virtual bertajuk 'Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech dan Investasi Ilegal', Selasa (13/4).
Di sisi lain, menurut Sardjito, menjamurnya investasi ilegal juga disebabkan keterbatasan kewenangan OJK dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Di tengah kondisi itu, modus yang digunakan pelaku semakin beragam.
"Itu lah kenapa dibentuk Satgas Waspada Investasi. Ada yang namanya orang yang mau menipu dengan berbagai macam cara, tetapi bukan ranah OJK, Kementerian Perdagangan, atau Bappebti. Setidaknya mereka pasi kena ketentuan di KUHP misalnya penipuan di Pasal 378 maupun penggelapan di Pasal 372 pidana," imbuhnya.
Lantaran itu lah, Sardjito meminta masyarakat untuk waspada dan lebih hati-hati terhadap investasi ilegal. Ia menjelaskan beberapa ciri-ciri investasi bodong yang harus dihindari seperti menjanjikan keuntungan tak wajar dalam waktu cepat dan bonus dari perekrutan anggota baru atau member get member.
Di samping itu, masyarakat juga harus waspada dengan lembaga investasi yang memanfaatkan tokoh masyarakat, agama, atau tokoh publik lain untuk menarik minat investasi. Apalagi jika lembaga investasi tersebut mengklaim bebas risiko (risk free).
Ia juga menyarankan agar konsumen terus mempertanyakan legalitas lembaga yang menawarkan jasa investasi tersebut. "Untuk mengetahui mereka legal atau tidak, kan, sangat mudah sekarang. Tinggal lihat ke website OJK saja," tandasnya.
(well/agt)