ANALISIS

Putar Otak Mitigasi Tren Kenaikan Uang Kripto

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 20 Apr 2021 07:12 WIB
Ekonom Universitas Indonesia Telisa Falianty menilai perlu campur tangan bank sentral untuk memitigasi risiko dari kenaikan uang kripto seperti bitcoin.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai uang kripto sebaiknya tetap dianggap sebagai komoditas dagang. Ilustrasi. (iStockphoto/skodonnell).

Berbeda dengan Telisa, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam justru menilai kebijakan dari BI hingga OJK sebenarnya cukup seperti sekarang ini. Pasalnya, menurut Piter, aturan uang kripto cukup dipusatkan di Bappebti.

"Bappebti yang mengatur perdagangan komoditas dan regulasi Bappebti hanya terkait posisi uang kripto sebagai komoditas yang diperdagangkan," kata Piter.

Alasannya, saat ini uang kripto di dalam negeri sudah jelas hanya sebagai komoditas berjangka, bukan alat pembayaran yang masuk ranah kebijakan BI. Toh, terkait alat pembayaran pun BI sudah menetapkan kalau uang kripto tak boleh jadi alat pembayaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut saya sudah cukup, uang kripto sudah dilarang untuk dijadikan alat pembayaran, itu sudah cukup melindungi masyarakat dari risiko uang kripto," jelasnya.

Begitu pula dengan OJK, baginya juga sudah cukup karena sudah ada ketentuan soal lembaga jasa keuangan yang menjadi tempat investor memperdagangkan uang kripto. "Masing-masing sudah mengambil peran dalam perkembangan uang kripto di Indonesia," tuturnya.

Hal ini, menurut Piter, sudah cukup memberi ruang bagi mereka yang tertarik berinvestasi uang kripto di dalam negeri. Sementara soal risiko investasinya, kembali kepada masing-masing investor saja.

"Tentu investor punya kesadaran akan risiko yang besar, itu risiko investasi yang seharusnya sudah mereka perhitungkan," pungkasnya.



(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER