Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan potensi gagal bayar penerbit urun dana (crowdfunding) pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di pasar modal.
Direktur Pemeriksaan Pasar Modal OJK Edi Broto Suwarno menyebut ada dua kunci agar tidak terjadi gagal bayar. Pertama, betul-betul mencermati bisnis yang bakal didanai, dari model bisnis hingga prospeknya ke depan.
Kedua, karena mengandalkan layanan supervisory technology (suptech), ia menilai seharusnya permasalahan gagal bayar dapat dideteksi sejak dini. Asal penyelenggara tidak telat melapor kepada OJK, seharusnya permasalahan gagal bayar bisa dimitigasi sejak awal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengawasan memakai suptech (supervisory technology) juga, sehingga platfom bisa mendetekasi di awal, kalau saham ada permasalahn telat lapor misalnya sudah bisa masuk. Jangan sampai terlalu dalam dulu sehingga permasalahan jadi sulit," jelasnya pada webinar ISEI, Jumat (23/4).
Selain penyelenggara, ia menyebut pemodal atau pun penerbit juga harus aktif melaporkan kewajibannya kepada OJK. Kedisiplinan, menurut dia, adalah kunci agar tidak terjadi gagal bayar.
Di kesempatan sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Hoesen menyebut modal himpunan lewat urun dana naik hampir 19 persen dari Rp191 miliar pada akhir 2020 menjadi Rp225 miliar per 14 April 2021.
Ia melihat ada tren pertumbuhan yang signifikan dari equity crowd funding atau model pembiayaan urun dana.
Pertumbuhan juga terlihat dari jumlah investor yang naik 15 persen dari 22.300 investor pada akhir 2020 menjadi 25.700 investor per 14 April 2021.
Adapun jumlah dana terhimpun dinyatakan itu, yakni Rp225 miliar berasal dari 164 penerbit fund raising, sehingga bila dirata-ratakan per penerbit dana yang didapat senilai Rp1,3 miliar.