Pandemi covid-19 berdampak pada semua lini bisnis termasuk industri asuransi. Namun, Indonesia Financial Group (IFG) menerapkan sejumlah strategi sehingga dampak pandemi pada perusahaan bisa ditekan.
Direktur Utama IFG Robertus Billitea mengatakan perusahaan fokus pada lini bisnis masing-masing anggota holding. Secara berkala, IFG juga menelaah bisnis anggota untuk mengetahui lini bisnis yang memberikan keuntungan atau malah merugikan perusahaan.
Ini dilakukan melalui entitas anak usaha yakni PT Bahana TCW Investment Management.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami manfaatkan Bahana sebagai perusahaan investasi untuk memberikan advice dan coba membantu tata kelola investasi kami," ujarnya dalam acara Secret at Newsroom (Setroom) dengan tema 'Peluang dan Tantangan Industri Asuransi dan Penjaminan, Kamis (29/4).
Hasilnya, IFG mampu mencatatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan asuransi lainnya. Salah satu indikatornya, IFG meraup laba tahun berjalan (unaudited) Rp2,2 triliun pada 2020.
Capaian tersebut 20 persen di atas target yang ditetapkan RKAP 2020 sebesar Rp1,8 triliun. Sementara itu, rasio likuiditas tercatat 2,95 kali atau 15 persen lebih baik dari target yang sebear 2,57 kali
"Selama pandemi ini berlangsung syukur alhamdulilah, pertumbuhan asuransi pada umumnya mengalami tekanan minus 6 persen, tapi kami bisa bertahan pada angka minus 2 persen minus 3 persen. Kenapa? Karena fokus bisnis benar-benar kami seriusi, mana yang benar-benar bagus kami masuk ke sana," katanya.
Tak hanya bertahan, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan IFG juga mampu memberikan kontribusi pada pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui dua anak usahanya, yakni PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Keduanya merupakan pelaksana penjaminan kredit program PEN.
Tiko, sapaan akrabnya, mengatakan penjaminan kredit melalui Jamkrindo per Februari 2021 mencapai Rp12 triliun dan Askrindo Rp20 triliun.
"IFG grup kontribusikan laba Rp2,2 triliun di atas target, ini tentu satu prestasi yang baik dimana dengan tata kelola yang baik dan produk yang fokus ini diharapkan kontribusi laba IFG terus meningkat dan kontribusi pada PEN melalui penjaminan program PEN ini juga terus meningkat," katanya.
Tiko mengatakan terjadi pergeseran pola masyarakat dalam memilih perusahaan asuransi, di mana masyarakat menjadikan kredibilitas sebagai titik utama memilih perusahaan asuransi. Ini berbeda dengan pola beberapa tahun yang lalu dimana masyarakat masih cenderung mempertimbangkan premi murah sebagai pilihan.
Untuk itu, ia berharap IFG melalui produk yang mengedepankan proteksi bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi yang akhir-akhir ini sempat diguncang kasus-kasus gagal bayar, salah satunya dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Ini awal baik reformasi dari kaca mata kami dan juga OJK bisa bersama-sama membangun pola yang baru, pola pemilihan produk asuransi baik jiwa maupun umum ini dari value yang didapat bukan pricing," ujarnya.
Hal tersebut diamini oleh Robertus. Ia menyatakan IFG akan menawarkan produk yang sifatnya berkelanjutan bagi perusahaan serta memberikan proteksi kepada pemegang polis. Salah satu caranya adalah dengan mengedepankan tata kelola perusahaan yang terintegrasi.
"Kami punya komite investasi, komite pengembangan produk dan kemudian penguatan di sisi aktuaris. Sudah tidak ada lagi ketika kami buat produk yang mana aktuaris kami tidak memberikan kajian independen," ujarnya.
Selain itu, ia menuturkan IFG akan memperkuat keterlibatan holding utamanya pada produk. Tujuannya, untuk memastikan produk tersebut aman baik bagi perusahaan maupun nasabah.
"Holding akan melakukan review pada semua produk yang akan ditawarkan ke pasar sebelum meminta persetujuan OJK," katanya.
Untuk diketahui, penetapan IFG sebagai holding BUMN non bank merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2020 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham BPUI. Sebagai induk, IFG memiliki 9 anggota holding antara lain PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Jasa Raharja, dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).
Selanjutnya, PT Bahana Sekuritas, PT Bahana TCW Investment Management, PT Bahana Artha Ventura, PT Grahaniaga Tata Utama dan PT Bahana Kapital Investa.