Dalam kesempatan itu, ia menuturkan perusahan dengan kode saham PTBA itu telah masuk dalam proyek energi baru terbarukan (EBT), yakni Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Proyek ini dipilih karena mempertimbangkan keunggulan perseroan yakni memiliki lahan bekas tambang yang luas untuk proyek PLTS.
"Area bekas tambang ini harus kami optimalkan manfaatnya, berangkat dari sana kami masuk ke PLTS karena biaya pembebasan lahan itu cukup mahal bagi perusahaan lain yang akan bersaing di PLTS. Jadi, kami yakin dengan lahan sudah kami punyai tidak akan jadi bagian cost dari PLTS ini, maka PLTS kami bisa kompetitif dan bisa diterima PLN nantinya, ini salah satu strategi kami kenapa PLTS yang dipilih," ujarnya.
Sejumlah proyek PLTS milik perseroan antara lain Commercial Operation Date (CoD) PLTS di Bandara Soekarno Hatta bekerjasama dengan PT Angkasa Pura II (Persero).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Erick Thohir Rombak Direksi Kimia Farma |
PLTS ini beroperasi penuh pada 1 Oktober 2020. PLTS kerjasama Bukit Asam dan AP II tersebut berupa 720 solar panel system dengan photovoltaics berkapasitas maksimal 241 kilowatt-peak (kWp) dan terpasang di Gedung Airport Operation Control Center (AOCC).
"Kesuksesan kerja sama PLTS ini mendorong Bukit Asam dengan AP II untuk menjajaki pembangunan PLTS di sejumlah bandara-bandara lainnya yang dikelola AP II," katanya.
Selanjutnya, Bukit Asam berencana menggarap proyek pengembangan PLTS di lahan pasca tambang milik perusahaan yang berada di Ombilin, Sumatera Barat, dan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Masing-masing lahan bekas tambang akan terpasang PLTS dengan kapasitas mencapai 200 MW. Saat ini PLTS sedang dalam tahap pembahasan dengan PLN untuk bisa menjadi Independent Power Producer (IPP).