Kandas, Angan Pekerja Hotel Layani Tamu di Hari Lebaran

Ulfa Arieza | CNN Indonesia
Rabu, 12 Mei 2021 11:00 WIB
Kesibukan di lobi hotel menjadi pemandangan nyata saat musim libur Lebaran tiba. Namun, gambaran tersebut kini tinggal angan belaka.
Okupansi hotel anjlok sejak pandemi 'memukul' dunia. Ilustrasi hotel. (Istockphoto/denisgo).

Kondisi serupa juga dialami oleh Adang, seorang chef atau juru masak salah satu hotel di Yogyakarta. Ia mengatakan okupansi hotel di tempatnya bekerja hanya sekitar 10 persen. Padahal, momentum Ramadan dan Lebaran biasanya menjadi puncak kunjungan tamu, sehingga okupansi bisa maksimal mencapai 80 persen-90 persen.

Karenanya, sektor hotel dan restoran biasanya memanfaatkan momentum Ramadan dan Lebaran untuk menggenjot pendapatan mereka. Sayangnya, harapan itu sirna lantaran pemerintah melarang mudik. Bahkan, pemerintah sudah mulai membatasi kegiatan saat Ramadan seperti buka bersama yang notabene menjadi pendapatan utama hotel dan restoran saat bulan suci.

"Sebelum puasa kemarin okupansi sudah mulai bagus 70 persen-90 persen di weekend, kalau weekday 40 persen-50 persen. Begitu masuk puasa ini agak drop okupansinya apalagi dengan pembatasan buka bersama dan larangan mudik," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, nasib Adang lebih mujur karena tahun ini masih mendapatkan pembayaran THR penuh. Ia mengaku bersyukur lantaran banyak sejawatnya tak bisa mengantongi THR pada Lebaran tahun ini.

"Saya masih bersyukur masih dapat THR, masih bisa kerja. Soalnya ada beberapa teman yang memang dihentikan dari pekerjaan, karena itu berkaitan dengan revenue yang didapat tidak sesuai dengan budget, jadi mau tidak harus cut (PHK)," katanya.

Karenanya, pria berusia 31 tahun ini berharap pemerintah memberikan kelonggaran bagi sektor hotel dan restoran. Toh, mereka sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Khususnya, keringanan bagi wilayah yang bertumpu pada sektor pariwisata, seperti Yogyakarta.

Menurutnya, hotel dan restoran di Yogyakarta sekarang hanya mengandalkan pemasukan dari wisatawan lokal, seperti Solo dan Semarang. Itu pun, hanya sekadar untuk bertahan, bukan meraup keuntungan.

"Harapan saya seharusnya diperbolehkan untuk wisata saat Lebaran, yang penting kami menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.

Keluhan BPS Yogyakarta

Keluhan tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta yang mengungkapkan tidak ada kunjungan wisatawan mancanegara ke Yogyakarta melalui Bandara Internasional Yogyakarta pada Maret 2021. Kondisi yang sama juga terjadi pada bulan sebelumnya karena pandemi covid-19 belum reda.

Sementara itu, rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang mencapai 40,42 persen. Angka itu naik 13,55 poin dibandingkan TPK Februari 2021 yang tercatat sebesar 26,87 persen.

Bagi pengusaha, kesulitan saat ini tidak tergambarkan. Pasalnya, hotel dan restoran bergantung dari mobilitas masyarakat, sedangkan pandemi membatasi pergerakan tersebut. Terlebih, dengan pengetatan larangan mudik Lebaran.

"Pergerakan menjadi hal utama untuk mendapatkan okupansi sehingga kalau orang dilarang gerak bagaimana bisa mendapatkan revenue. Jadi, larangan mudik ini sulit untuk tumbuhkan okupansi, kecualian di daerah mayoritas pendatang, bisa membuat paket staycation," ujar Wakil Ketua Umum Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran.

Imbas pandemi, sektor perhotelan menutup 2020 lalu dengan rata-rata okupansi 35 persen. Sementara itu, lebih dari 1.000 restoran terpaksa tutup permanen karena tidak mampu bertahan.

Ia menuturkan pengusaha harus memberikan subsidi setiap hari, alih-alih mendapatkan keuntungan. Sebab, meskipun sepi pengunjung mereka harus merogoh kocek untuk membayar biaya operasional seperti listrik, pegawai, dan sebagainya.

"Kalau istilah kami di internal, setiap bulan kami bisa ukur BOP (break event point) saja sudah cukup, karena hampir setiap bulan mengeluarkan subsidi," ujarnya.

Ia mengaku sejumlah pengusaha hotel dan restoran tidak mampu membayarkan THR pada Lebaran tahun ini, utamanya karena ada larangan mudik sehingga pengunjung berkurang. Menurutnya, para pegawai hotel dan restoran bisa memaklumi kondisi tersebut lantaran mereka mengetahui langsung kondisi tempat mereka bekerja sepi pengunjung.

"THR tahun lalu masih ada kebijakan untuk yang terdampak pandemi, kalau tahun ini dipaksa (bayar THR). Kalau dipaksa pun tapi uangnya tidak ada bagaimana, mau bayar pakai apa," ujarnya.



(age)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER