PT Pertamina (Persero) memangkas jumlah anak perusahaan dari 127 menjadi hanya 12 entitas. Pengurangan 115 perusahaan tersebut dilakukan melalui program restrukturisasi yang berlangsung sejak Desember 2017 lalu.
"Yang tadinya di bawah Pertamina ada 127 anak perusahaan, dengan struktur yang baru ini ada 12 anak perusahaan yang dikelola," ungkap Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Kamis (20/5).
Ia menjelaskan Pertamina membentuk enam subholding di bawah holding minyak dan gas (migas) di mana perseroan menjadi induk holding. Selanjutnya, anak perusahaan tersebut dimasukkan dalam enam subholding tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Dampak Pemangkasan 115 Anak Usaha Pertamina |
Selain mengurangi jumlah anak usaha, Pertamina juga merampingkan organisasi perusahaan. Sebelumnya, perusahaan migas negara itu memiliki 11 direktorat kemudian berkurang menjadi hanya enam direktorat.
"Dari sini terjadi streamlining, sehingga kami pun lebih mudah dalam melakukan pengelolaan dan menyusun rencana strategis untuk bisnis Pertamina Grup," ujarnya.
Menurutnya, Pertamina melakukan benchmark atau tolak ukur dari sejumlah perusahaan migas multinasional antara lain, Petroliam Nasional Berhad, BP, PTT Public Company, dan ExxonMobil. Semua perusahaan migas kakap itu telah melakukan hal serupa yakni membentuk subholding di bawah induk holding sehingga perusahaan lebih efisien.
"Jadi, dalam menyusun ini kami bukan hanya mengikuti guidance buku putih dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan tapi juga melakukan benchmark," ujarnya.
Pada 2020 lalu, Pertamina berhasil mencetak untung atau laba bersih sebesar US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS). Padahal, pada semester I 2020, BUMN migas ini sempat buntung alias rugi Rp11 triliun.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan raihan laba itu sangat baik mengingat kondisi bisnis tak mendukung di tengah pandemi covid-19. Ia mencontohkan perusahaan migas lain, seperti BP yang merugi Rp80 triliun dan ExxonMobil juga merugi hingga ratusan triliun.
"Kami update semester I 2020 posisi rugi. Alhamdulillah, Desember 2020 posisinya laba US$1 miliar jadi Rp14 triliun," ujarnya dalam rapat bersama Komisi VII DPR belum lama ini.