Pajak Barang Mewah Akan Digabung dalam PPN Pada 2022
Pemerintah mengkaji integrasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ke dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kajian tersebut sejalan dengan rencana pemerintah memberlakukan PPN dengan skema multi tarif.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022, pemerintah menyatakan dengan skema multi tarif, maka ada peluang kenaikan tarif PPN. Saat ini, Indonesia masih menganut sistem PPN satu tarif (single tarif), yaitu 10 persen.
"Pemerintah mengkaji kemungkinan penerapan tarif PPN yang lebih tinggi untuk mengintegrasikan pengenaan PPnBM ke dalam sistem PPN," bunyi dokumen itu dikutip Jumat (21/5).
Rencana itu merupakan bagian dari reformasi kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk perluasan basis pemajakan dan mencari sumber baru penerimaan. Sebab, sebelum pandemi terjadi kompetisi pajak di tingkat global untuk meningkatkan daya tarik investasi, sehingga tren tarif pajak diturunkan.
Namun, dengan kebutuhan stimulus yang sangat besar akibat pandemi covid-19, kini berbagai negara justru berencana melakukan peningkatan tarif perpajakan. Pada 2021 beberapa negara mulai mengambil kebijakan perpajakan dengan menaikkan tarif PPh Badan, misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
Pemerintah menyatakan Indonesia juga akan melakukan reformasi perpajakan, yang diarahkan untuk memperbarui sistem perpajakan agar sesuai dengan best-practises dan mampu mengantisipasi dinamika sosial, ekonomi, dan demografis dalam jangka menengah-panjang ke depan.
"Beberapa pokok-pokok rencana perubahan penting dalam kebijakan PPN, yaitu pengurangan berbagai fasilitas PPN baik dalam bentuk pembebasan PPN maupun dalam bentuk perlakuan sebagai non-BKP (barang kena pajak) atau non-JKP (Jasa Kena Pajak), dan implementasi multi-tarif PPN," bunyi dokumen tersebut.
Namun, pemerintah memastikan dukungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah termasuk untuk pemenuhan kebutuhan dasar tetap menjadi prioritas pemerintah. Baik, dengan penetapan tarif pajak yang lebih rendah maupun secara sinergi melalui mekanisme kebijakan belanja bantuan sosial atau transfer ke golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sistem PPN multi tarif sebelumnya pernah disampaikan oleh Kepala Subdit Humas Direktorat P2P DJP Ani Natalia. Ani menjelaskan lewat skema multi tarif, maka terdapat perbedaan besaran tarif PPN.
Untuk barang-barang dan jasa yang diperlukan orang banyak dan sifatnya kebutuhan, biasanya dikenai tarif PPN yang lebih rendah dibandingkan dengan barang dan jasa yang sifatnya bukan kebutuhan pokok.
Meski belum berlaku di Indonesia, ia menuturkan banyak negara di dunia yang telah menganut sistem PPN multi tarif.
"Terkait PPN multi tarif, juga masih dalam kajian, dan tentunya perubahan tarif dari single tarif ke multitarif harus melalui perubahan UU tentang PPN," terang dia beberapa waktu lalu.
Ani menambahkan pemerintah masih memiliki ruang kenaikan PPN hingga 15 persen seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
"Dalam UU Nomor 46/2009 tentang PPN, sebenarnya pemerintah sudah diberi wewenang untuk menaikkan tarif PPN sampai dengan 15 persen, namun belum pernah dilakukan," tandasnya kepada CNNIndonesia.com.