Senada, Ekonom Indef Eko Listiyanto juga menilai demikian. Menurutnya, rencana kebijakan ini sah-sah saja karena masyarakat dengan penghasilan di atas Rp5 miliar, jumlah penghasilan dan simpanan mereka justru naik saat pandemi.
Bahkan, mereka cenderung disebut sebagai kelompok yang menahan belanja karena ketidakpastian pandemi. Padahal, selama ini hasil belanja mereka turut menggerakkan konsumsi dan ekonomi.
"Ini mereka sering disebut sebagai kelas yang menahan konsumsi, simpanannya di bank pun meningkat. Tapi meski konsumsi orang tajir ini turun, biasanya penghasilan mereka tidak, karena posisinya sudah di top management, pengusaha, dan lainnya," kata Eko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk masalah kapan penerapan kebijakan ini sebaiknya dilakukan, Eko menilai tetap harus menunggu momen pemulihan ekonomi nasional berada di level yang signifikan.
"Karena tentu orang dengan penghasilan di atas Rp5 miliar ini tidak happy juga kalau dikenakan sekarang," imbuhnya.
Sementara masalah potensi, Eko memperkirakan penerimaan yang bisa didapat pemerintah dari kenaikan itu cukup besar. Potensi itu bisa dilihat dari tabungan masyarakat di bank yang saat ini jumlahnya mencapai Rp6.000 triliun.
Ia mengatakan jika lebih dari setengah simpanan masyarakat di bank itu milik masyarakat yang memiliki tabungan di atas Rp5 miliar, bisa dibayangkan berapa potensi yang bisa didapat pemerintah.
Kendati mendukung, Eko tetap memberi masukan kepada pemerintah. Ia meminta pemerintah agar pemerintah tidak hanya mengejar pajak dari mereka yang sudah patuh.
Apalagi, rasio membayar pajak alias tax ratio di Indonesia terus menurun.
"Istilahnya jangan cuma pungut dari yang itu-itu saja, meski sudah patuh. Justru yang belum patuh harus dikejar," pungkasnya.
(agt)