Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRR) sebesar 3,5 persen pada Mei 2021. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing tetap di 2,75 persen dan 4,25 persen.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 24-25 Mei 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRR sebesar 3,5 persen," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI periode Mei 2021 secara virtual, Selasa (25/5).
Perry mengatakan kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi di global maupun domestik. Dari sisi global, Perry menilai pemulihan ekonomi global masih berlanjut meski ketidakpastian belum mereda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:Semua Gerai Giant Tutup per Juli 2021 |
Hal ini tercermin dari kuatnya ekonomi Amerika Serikat yang didorong tingginya permintaan dan stimulus fiskal. Begitu juga dengan China yang didukung konsumsi dan investasi mereka.
"Tapi cepatnya pemulihan ekonomi di negara berkembang tidak sekuat negara maju, termasuk dari sisi kemampuan stimulus fiskal dan penanganan covid-19," ujarnya.
Selanjutnya, Perry juga melihat ada potensi perbaikan ekonomi ke depan. Hal ini terlihat dari perbaikan PMI global dan kinerja ekspor beberapa negara, termasuk Indonesia.
Di dalam negeri, perekonomian juga membaik. Hal ini tercermin dari kontraksi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah pada kuartal I 2021.
Kendati begitu, Perry menilai konsumsi masyarakat belum sepenuhnya membaik dan tidak merata. Namun, tingkat kepercayaan konsumen sudah mulai meningkat sejalan dengan naiknya laju PMI manufaktur dan produksi industri.
"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi tetap pada kisaran BI, yaitu 4,1 persen sampai 5,1 persen," ucapnya.
Bank sentral juga mencatat cadangan devisa sebesar US$138,8 miliar atau setara pembiayaan 10 bulan impor atau 9,6 impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlahnya di atas standar kecukupan internasional.
Lalu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) diperkirakan tetap berada di kisaran 1 persen sampai 2 persen pada tahun ini. Kemudian, BI mencatat rupiah terdepresiasi 1,21 persen dibanding akhir Desember 2021.
Selanjutnya, inflasi tetap terjaga rendah dan berada di kisaran target BI sebear 3 persen plus minus 1 persen.
Dari sisi likuiditas nasional, Perry memastikan kondisinya masih cukup longgar karena suntikan likuiditas (quantitative easing/QE) dari BI mencapai Rp88,9 triliun pada 2021. BI juga membeli Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp188,34 triliun di pasar perdana dari awal tahun.
Kebijakan BI ini membuat likuiditas longgar di pasar keuangan. Tercermin dari rasio Alat Liquid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 33,67 persen, pertumbuhan DPK 10,94 persen, dan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank sebesar 24,05 persen.
Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 3,1 persen (gross) atau 1,02 persen (net). Sementara pertumbuhan kredit bank terkontraksi 2,28 persen pada April 2021.
"Ini karena belum tingginya permintaan dari dunia usaha. Namun ke depan, kredit perbankan diperkirakan meningkat mulai kuartal II 2021," tandasnya.