Senada, Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan perilaku konsumen berubah di tengah pandemi covid-19. Mereka lebih memilih ke minimarket dibandingkan harus ke hypermarket yang berada di mal.
"Dibanding bayar parkir di mal yang jauh dari rumah lebih baik belanja di minimarket. Ongkos transportasi atau jarak jadi pertimbangan kelas menengah," kata Bhima.
Sementara, Bhima menganggap turunnya konsumen di ritel hypermarket merupakan dampak jangka panjang pencabutan subsidi listrik berdaya 900 volt ampere (VA) yang dilakukan pemerintah terhadap 19 juta rumah tangga pada 2017 lalu. Itu sedikit banyak mengganggu kemampuan masyarakat untuk berbelanja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Imbasnya konsumsi terpengaruh karena masyarakat dipaksa membayar tagihan listrik lebih mahal," ujar Bhima.
Dengan demikian, uang yang seharusnya bisa digunakan untuk belanja di ritel besar berkurang karena biaya listrik naik. Padahal, pendapatan masyarakat pada 2017 lalu juga tertekan karena harga komoditas anjlok dan kinerja ekspor jeblok.
"Kebijakan itu dampaknya bukan hanya dirasakan pada 2017, tapi efeknya panjang sampai beberapa tahun ke depan," jelas Bhima.
Untuk itu, pengusaha ritel harus mengubah strategi bisnisnya agar dapat bertahan untuk jangka panjang. Pelaku usaha harus tahu apa yang dibutuhkan masyarakat.
"Tentunya dengan riset pasar yang lebih mendalam terkait segmen bisnis apa yang berkembang selama masa pemulihan ekonomi," jelasnya.
Bhima menganggap bisnis hypermarket membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa pulih dan kembali diserbu oleh masyarakat. Hal ini akan bergantung dengan proses pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi.
"Ini juga sejalan dengan pulihnya perilaku rekreasi masyarakat karena poin plus belanja di hypermarket kan ada jalan-jalannya, beda dengan minimarket yang layanan untuk beli barang lalu pulang," pungkas Bhima.
(agt)