ANALISIS

Meraba-raba Proyek 'Tak Jelas' yang Disentil Jokowi

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Jumat, 28 Mei 2021 07:14 WIB
Ekonom menyebut proyek infrastruktur tak jelas milik pempus pusat dan daerah yang disentil Jokowi kemarin memang nyata adanya. Berikut rinciannya.
Ekonomi minta pemerintah mengevaluasi dan membenahi studi kelayakan proyek agar infrastruktur yang dibangun nantinya memberikan manfaat optimal. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/DAVID MUHARMANSYAH).

Ekonom Center of Reform on Economics Rendy Yusuf Manilet menilai ambisi presiden dalam menggenjot pembangunan infrastruktur memang tak sepenuhnya salah. Sebab Indonesia memang tertinggal jauh dibandingkan negara lain yang bahkan "umurnya" jauh lebih muda.

Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2019 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, Indonesia mengalami kenaikan skor infrastruktur walaupun peringkatnya turun dari tahun sebelumnya.

Pada 2018, Indonesia menempati urutan ke-71 dengan skor 66,8 dalam kategori infrastruktur di seluruh dunia. Sementara di 2019, Indonesia mencapai skor 67,7 tapi berada pada urutan ke-72 dari 141 negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peringkat infrastruktur Indonesia di antara negara-negara ASEAN tercatat masih berada di bawah Singapura (peringkat 1), Malaysia (35), Brunei Darussalam (58), dan Thailand (71).

"Kita haris akui masih terdapat gap yang cukup lebar dalam hal infrastruktur. Ini yang jadi alasan pak Jokowi mendorong pembangunan cukup masif, dan kalau kita lihat dari beragam riset, dalam jangka panjang infrastruktur memang bisa dorong pembangunan ekonomi. Tapi juga perlu diakui beberapa hal yang harus dievaluasi," ungkapnya.

Rendy berpandangan masalah utama yang harus dibenahi pemerintah adalah feasibility study atas proyek yang akan dibangun. Sebab, terbukti beberapa proyek tidak terintegrasi dengan sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut.

Ia menyebut Bandara Internasional Kertajati, Majalengka, sebagai contoh paling jelas dari buruknya perencanaan dalam pembangunan infrastruktur pemerintah. Bandara yang menelan investasi hingga Rp2,6 triliun itu hingga kini sepi pengunjung dan akhirnya beralih fungsi menjadi bengkel pesawat.

"Itu kan menjadi tanda tanya ketika sekitar bandara tersebut belum siap menampung seperti pusat bisnis dan hal-hal pendukung lainnya yang bisa menyebabkan tumbuhnya kinerja bisnis suatu bandara," tuturnya.

Kemudian, ada pula masalah biaya yang tak sesuai dengan kantong pengusaha ketika ingin mengakses infrastruktur tersebut. Ia mencontohkan, Tol Trans Jawa yang tarifnya terlampau mahal sehingga pelaku usaha logistik tetap memilih jalan arteri.

"Ada beberapa ruas jalan tol yang tidak optimal karena di saat bersamaan masih ada jalan nasional yang bisa digunakan dan tarif tol masih relatif mahal. Artinya perlu dipertanyakan apakah pembangunan tol tersebut sudah berkonsultasi dengan pelaku usaha," sambungnya.

Jika hal ini terus dibiarkan, maka proyek-proyek infrastruktur pemerintah bukan hanya tak memberikan dorongan terhadap perekonomian tapi juga merugikan perusahaan negara yang diberikan penugasan untuk membangun.

Sementara di sisi lain, pembangunan infrastruktur menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) mengalami banyak hambatan pada tahap penyiapan proyek, mulai dari penyusunan feasibility study yang terburu-buru, kurangnya konsultasi publik, lemahnya koordinasi antar instansi, adanya kepentingan politik pimpinan daerah, dan berbagai hambatan regulasi lainnya.

"Dalam pembiayaan kita tahu banyak BUMN yang didorong menjalankan penugasan pada akhirnya harus menanggung peningkatan beban utang. Skema yang diajukan pemerintah seperti PPP (public private partnership) juga menjadi tidak optimal karena risiko proyeknya menjadi terlalu tinggi untuk swasta," pungkasnya.

(agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER