Alasan Wacana Utang Alutsista Rp1,7 Kuadriliun Mencuat

CNN Indonesia
Rabu, 09 Jun 2021 14:26 WIB
Pengamat menilai salah satu alasan munculnya wacana pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) dengan utang Rp1,7 kuadriliun adalah krisis persenjataan RI.
Pengamat menilai kebutuhan belanja alutsista hingga Rp1,7 kuadraliun belum mendesak di tengah pandemi. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Tak Mendesak

Di sisi lain, A'raf menilai kebutuhan pengadaan alutsista dengan utang mencapai Rp1.700 triliun sejatinya tidak wajar. Selain itu, wacana itu juga tidak mendesak khususnya pada masa pandemi virus corona (covid-19).

"Apalagi sekarang kita sedang berperang melawan pandemi, mengatasi masalah kesehatan, ekonomi, pengangguran dan sebagainya. Negara harus memikirkan bukan cuma pertahanan sebagai problem hari ini dan alutisista yang kritis, tapi harus lebih dulu selesaikan problem di kesehatan, pengangguran, dan lainnya," katanya.

Dari pertimbangan ini, A'raf berhitung, sekalipun tetap perlu anggaran untuk membeli alutsista, idealnya mungkin hanya sekitar Rp150 triliun. Itu pun untuk pengadaan bertahap selama lima tahun ke depan. Artinya, per tahunnya bisa dicicil sekitar Rp30 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau Kemenhan memandang perlu ada peningkatan (anggaran untuk membeli alutsista), oke, tapi paling tidak Rp150 triliun, atau paling tidak naik menjadi Rp200 triliun sampai Rp250 triliun, itu sudah paling top dengan kondisi kritis seperti ini, jadi bukan ujug-ujug sampai Rp1.700 triliun," jelasnya.

Proyeksi anggaran ini, kata A'raf muncul dari berbagai pertimbangan. Mulai dari kebutuhan alutsista nasional, kondisi pandemi, hingga doktrin pertahanan Indonesia yang defensif aktif.

"Kita cenderung bertahan dan mengedepannya diplomasi. Kita juga negara berkembang, butuh banyak hal selain alutsista. Jadi Rp1.700 triliun ini sulit dirasionalkan dan ini akan menambah problem utang. Uang kita sudah banyak, jangan ditambah lagi utang di pertahanan mencapai Rp1.700 triliun," ungkapnya.

Senada, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo juga menilai urgensinya tidak mendesak, apalagi untuk ditutup oleh utang. Pasalnya, utang memiliki berbagai konsekuensi, misalnya bunga utang.

Ia mencatat nilai perkiraan biaya bunga pengadaan alutsista ini mencapai US$13,39 miliar atau setara Rp191,47 triliun. Belum lagi ada biaya tambahan berupa biaya kontijensi berkisar US$32,5 miliar atau Rp464,75 triliun.

"Biaya ini tidak masuk akal, oleh karena itu kita harus bertanya ke perumus dan penggagas ini, karena dalam praktek pengadaan alutsista ini ada lima tahun awal asuransi dari produsen, ini lazim dengan masa hidup peralatan 20 tahun, jadi lifetime persenjataan dan lainnya kira-kira secara umum 20 tahun dan lima tahun di awal dari produsen, tapi dengan skema seperti ini apa wajar ada biaya kontijensi mencapai US$32,5 miliar?" pungkasnya.



(uli/sfr/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER