ANALISIS

Menunggu Ketegasan Pemerintah Sikat Pemain Harga 'Obat Covid'

CNN Indonesia
Kamis, 08 Jul 2021 07:11 WIB
Ikatan Apoteker Indonesia meminta pemerintah tegas dalam menyikapi lonjakan harga obat di tengah kenaikan kasus covid. Ilustrasi. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah berencana merazia gudang obat yang dianggap bisa digunakan untuk menyembuhkan covid-19 mulai Kamis (8/7) ini. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan mengatakan tindakan tersebut diambil demi menekan harga obat yang melambung di atas harga eceran tertinggi (HET) di tengah lonjakan covid.

Sebelum mengumumkan rencana itu, ia memang menemukan harga Ivermectin yang semula di bawah Rp10 ribu, kini sudah melonjak.

"Kami harus tindak tegas. Kami sudah peringatkan. Kalau tidak mendengarkan peringatan kami, kami akan tindak tegas," ujar Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (5/7) lalu.

Apa yang disampaikan Luhut memang bukan isapan jempol. Survei Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan harga obat-obatan untuk pasien covid-19 memang melampaui batas HET yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK 01.07/MENKES/4826/2021 tentang HET Obat dalam Masa Pandemi Covid-19.

Survei yang dilakukan selama PPKM Darurat itu juga mengungkapkan lonjakan harga tertinggi terjadi di wilayah DKI Jakarta. Harga Ivermectin 12 mg kapsul, misalnya, mencapai Rp59 ribu per tablet di Jakarta.

Padahal HET obat tersebut hanya Rp7.500 per tablet. Sementara di wilayah Jawa Timur, harga obat tersebut naik sekitar 20 persen menjadi Rp9.000 per tablet dan di Lampung harganya di kisaran Rp10 ribu per tablet.

Kemudian, harga obat Favipirapir 200 mg tablet dijual Rp55 ribu sampai Rp80 ribu per butir di Jakarta atau di atas HET Rp22 ribu. Di Jawa Timur, harga obat tersebut naik 20 persen dari HET jadi Rp27 ribu.

Sementara, di Lampung harganya Rp22 ribu-Rp65 ribu dan di Bangka Belitung Rp22.500-Rp63.150.

Kenaikan harga juga terjadi pada obat Azithromycin 500 mg (tablet). Di Jakarta obat tersebut dijual sekitar Rp15 ribu-Rp19 ribu atau di atas HET yang hanya Rp1.700 per tablet.

Di Jawa Timur harganya naik 174,36 persen jadi Rp4.664 per tablet. Sedangkan harga Azithromycin 500 mg di Lampung tercatat Rp12.400 per tablet, Bengkulu Rp10 ribu per tablet, Bangka Belitung Rp8.400 per tablet, dan Jambi Rp13.500 per tablet.

Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam mengatakan lonjakan harga obat-obatan tersebut sebenarnya terjadi pada penjualan non resmi seperti marketplace dan pasar obat tradisional.

Di tempat-tempat penjualan resmi seperti apotek, obat-obatan untuk pasien covid-19 itu masih sesuai dengan HET yang ditentukan Kementerian Kesehatan.

"Kalau harga jual di rumah sakit atau apotek pasti mengikuti harga distributor. Kalau harga online kan bukan harga resmi. Obat-obatan itu tidak bisa tiba-tiba naikkan harga karena dipantau Badan POM dan Kementerian Kesehatan. Farmasi itu industri yang high regulated," ucap Noffendri kepada CNNIndonesia.com, Rabu (7/7).

Namun, tak dapat dipungkiri kenaikan kasus covid-19 belakangan ini turut jadi penyebab lonjakan harga di tempat-tempat tak resmi tersebut.

Seperti diketahui, obat untuk pasien covid-19 merupakan obat keras yang dapat dibeli di apotek menggunakan resep dokter. Ketika kasus tinggi, permintaan ke apotek juga tinggi. 

Ini mendorong orang yang tak dapat membelinya di apotek beralih ke jalur non resmi. Di tengah fenomena itu, jumlah obat yang dijual di luar apotek kemungkinan juga terbatas.

Faktor itu yang kemungkinan membuat penjual berani menaikkan harga.

"Sangat tidak imbang supply dan demand. Sekarang kasus kita sudah di atas 30 ribu. Berarti kan permintaan (pasti) tinggi. Industri kan produksi berdasarkan permintaan dan sebelumnya tak ada yang menyangka kasus bisa sampai seperti ini peningkatannya," jelasnya.

Tak Boleh Hanya Gertak


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :