ANALISIS

Menunggu Ketegasan Pemerintah Sikat Pemain Harga 'Obat Covid'

CNN Indonesia
Kamis, 08 Jul 2021 07:11 WIB
Ikatan Apoteker Indonesia menyebut lonjakan harga obat yang terjadi di tengah lonjakan covid belakangan ini terjadi karena rendahnya ketegasan pemerintah.
Ikatan Apoteker Indonesia mengatakan gertakan pemerintah tak cukup untuk menurunkan harga obat di tengah lonjakan covid. Ilustrasi. (Ilustrasi. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)

Noffendri mengatakan selain itu, kenaikan harga obat-obatan juga disebabkan oleh kurangnya ketegasan pemerintah terutama dalam membasmi peredaran obat di luar apotek.

Selama ini, pemerintah cenderung reaktif dan menutup tempat-tempat penjualan obat tersebut tanpa menelusuri dari mana obat-obatan tersebut didapatkan.

"Kami enggak tahu mereka dapat obat dari mana. Pemerintah itu kan kadang hanya take down penjualnya saja, ya. Apakah pelakunya ditangkap? Kami belum pernah tuh menyaksikan pelaku seperti itu ditangkap kemudian diketahui sumbernya dari mana. Itu kan jarang sekali," jelasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itu lah, ia meminta pemerintah tak hanya menggertak. Ia meminta pemerintah mengambil tindakan tegas kepada para pelaku serta menelusuri asal muasal obat-obatan tersebut.

Jika perlu katanya, pemerintah membuat aturan khusus untuk mempidanakan pelaku yang turut menyebabkan harga melambung obat melambung di atas HET.

"Berbeda dengan industri yang punya pedoman distribusi obat yang baik, kalau di apotek ada standar pelayanan kefarmasian. Kalau terjadi pelanggaran bukan pelanggaran pidana tapi sanksi administratif," jelasnya.

Direktur Pengembangan Bisnis PT Kimia Farma Apotek Muhardiman Diman menuturkan rata-rata penjualan obat di apotek resmi memang harus mengikuti ketentuan HET. Bahkan beberapa di antaranya berlomba-lomba untuk menurunkan harga agar menjadi pilihan konsumen.

Di Apotek Kimia Farma, misalnya, Ivermectin dijual di bawah HET Kemenkes.

"Ivermectin di pers rilis Kemenkes itu kan Rp157.700. Di kami, harganya Rp150 ribu per botol atau Rp7.500 per tablet termasuk PPN. Harga di kami juga tersistem dan terkunci dari pusat jadi bisa dipertanggungjawabkan," jelasnya.

Menurutnya, selain penindakan tegas kepada oknum yang menjual obat-obatan di luar apotek, edukasi masyarakat juga perlu dilakukan. Terlebih obat-obat untuk pasien covid-19 tersebut hanya boleh dibeli dengan resep dokter dan tidak bisa sembarang dikonsumsi.

"Kalau apotek dia sudah pasti komitmen terhadap itu. Soal harga pun begitu, mau itu langka atau tidak tetap kalau melalui jalur resmi pasti harganya normal. Masalahnya apakah masyarakat mendapatkan jalur resmi, itu yang perlu diperhatikan," terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPPU Guntur Saragih menegaskan pihaknya bakal memanggil pelaku usaha yang menjadi penyebab lonjakan obat untuk pasien covid-19 melonjak di atas HET.

"Kami memutuskan untuk memasukkan ini dalam proses pemeriksaan dalam rangka penegakan hukum, jadi indikasi-indikasi harga tentunya akan kami periksa lebih lanjut melalui pemanggilan," ujarnya dalam diskusi Forum Jurnalis KPPU, Rabu (7/7).

Menurutnya, langkah hukum perlu dilakukan untuk memastikan apakah perbedaan disparitas harga memang betul-betul disebabkan oleh permintaan yang begitu tinggi.

"Atau memang ada pelanggaran persaingan usaha di dalamnya, baik di tingkat produsen maupun di tingkat supplier dan distribusi," imbuhnya.

Terkait dengan pemberian sanksi, ia menuturkan hal tersebut bakal bergantung dari bukti-bukti yang ditemukan investigator KPPU.

"Tata cara dan urutan investigator kami yang melakukan proses untuk mencapai bukti masuk ke penegakan hukum," ucapnya.

Yang jelas, ia mengingatkan pelaku usaha bahwa sanksi yang akan diberlakukan cukup berat karena mengacu ke aturan baru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Denda maksimum yang bisa diberikan KPPU adalah 10 persen dari sales di pasar bersangkutan atau 50 persen dari keuntungan dari pasar yang bersangkutan. Jadi potensi pelanggaran denda yang akan diberlakukan itu besar apalagi dengan kondisi sekarang ini kita dalam kondisi kritis, darurat. Menanggung beban. Barangkali ini di majelis hakim bisa menjadi faktor yang memberatkan," tandasnya.

(hrf/agt)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER