Bank Indonesia (BI) memproyeksikan virtual currency atau mata uang digital yang tidak diregulasi seperti uang kripto tidak akan bisa menjadi mata uang sah (legal tender) di Indonesia setidaknya hingga puluhan tahun ke depan.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Hukum BI Rosalia Suci Handayani tidak menampik minat masyarakat di aset kripto. Namun, ia menyebut ada beberapa kriteria legal tender yang sulit dipenuhi oleh aset kripto.
"Apakah kripto atau virtual currency suatu ketika akan bisa menjadi mata uang sah atau legal tender? Saya melihat kalau di Indonesia masih jauh sekali, boleh dikatakan berapa puluh tahun ke depan kemungkinan masih sangat kecil," jelasnya pada webinar Kompas bertajuk Mengelola Demam Aset Kripto-Perlindungan Investor di Perdagangan Aset Kripto, Kamis (17/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:4 Fungsi Uang Kripto Versi Mendag |
Rosalia menyebutkan ada beberapa alasan aset kripto tidak bisa dijadikan alat pembayaran sah di Indonesia. Pertama, karena terdapat simbol kedaulatan negara yang harus dijaga. Karena itu, rupiah ditetapkan sebagai mata uang legal satu-satunya di RI.
Kedua, ada nilai yang harus dijaga dalam mata uang karena menyangkut kesejahteraan masyarakat suatu negara. Tugas ini merupakan amanat yang dipegang oleh bank sentral atau BI.
Sedangkan, aset kripto tidak diregulasi atau memiliki otoritas terpusat di satu pihak. Nilai aset kripto murni ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan pasar.
"Berlakunya dia (mata uang) sebagai alat pembayaran sah diputuskan oleh pembentuk UU yaitu pemerintah dan wakil rakyat," imbuhnya.
Untuk diketahui, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyebutkan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya.