BPK: Denda Penyaluran Biodiesel Belum Masuk ke Negara Rp1,2 T

CNN Indonesia
Kamis, 24 Jun 2021 15:47 WIB
BPK menemukan potensi denda penyaluran biodiesel kepada badan usaha senilai Rp1,22 triliun belum masuk ke kas negara.
BPK menemukan potensi denda penyaluran biodiesel kepada badan usaha senilai Rp1,22 triliun belum masuk ke kas negara.(ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS).

Catatan lain dari BPK, yaitu bukti pertanggungjawaban penggunaan dana peremajaan kelapa sawit belum disampaikan secara tertib sesuai batas waktu 14 hari kerja setelah pencairan dana. BPK juga menyatakan aplikasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) online belum dapat memberi informasi penyaluran dana dan realisasi penggunaan secara lebih optimal.

Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Direktur Utama BPDPKS agar berkoordinasi dengan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian untuk melakukan verifikasi kembali data luas lahan pekebun yang terindikasi mendapatkan kelebihan dana peremajaan. Lalu, BPDPKS perlu melakukan penagihan kepada kelompok tani (Poktan) jika terdapat kelebihan penyaluran dana, pengembalian dana ke rekening BPDPKS jika terdapat penggunaan dana yang tidak sesuai perjanjian serta menyempurnakan aplikasi PSR online.

Selanjutnya, BPK juga menemukan kelebihan pembayaran pada proses verifikasi luasan lahan dan penerbitan rekomendasi teknis kepada calon penerima dana peremajaan dari BPDPKS yang dilakukan oleh Ditjen Perkebunan Kementan. Dalam verifikasinya, ternyata ada 1.483,04 ha lahan yang tidak valid karena merupakan area perusahaan perkebunan swasta dan kawasan hutan hingga yang tumpang tindih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, ada 336 penerima dana yang Nomor Induk Kependudukan (NIK)-nya tidak valid karena tidak ditemukan di data kependudukan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri.

"Hal ini mengakibatkan indikasi kelebihan pembayaran minimal sebesar Rp19,13 miliar atas lahan yang tidak memenuhi syarat dan penyaluran dana berpotensi tidak tepat sasaran," kata BPK.

BPK pun merekomendasikan agar Kementan dan BPDPKS segera berkoordinasi untuk memperbaiki data pekebun penerima dana peremajaan.

Terakhir, BPK menemukan bahwa Ditjen Perkebunan Kementan meminta dana ke BPDPKS untuk operasional Tim Peremajaan Sawit Pekebun di kabupaten, kota, provinsi, hingga pusat. Tapi ternyata, pengelolaan dana tidak sesuai peraturan, misalnya penggunaan dana tidak sesuai volume kegiatan yang terukur dan lainnya.

"Selain itu, realisasi penggunaan dana operasional tidak sesuai dengan peraturan pengelolaan keuangan negara, sehingga mengakibatkan terjadinya kekurangan pemungutan pajak, kelebihan pembayaran, dan adanya pengeluaran yang tidak didukung bukti pendukung yang lengkap," jelas BPK.

Namun, BPK tidak merinci berapa besar kerugian atas temuan ini. BPK hanya merekomendasikan agar Ditjen Perkebunan Kementan memiliki standar biaya kegiatan dan pedoman pertanggungjawaban dana operasional Tim Peremajaan Sawit Pekebun, serta memproses kekurangan penerimaan dan kelebihan pembayaran yang terjadi.



(uli/age)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER