OJK: Milenial Kunci Genjot Pertumbuhan Ekonomi Syariah

OJK | CNN Indonesia
Jumat, 25 Jun 2021 18:00 WIB
Menggenjot Akselerasi Keuangan Syariah di Kalangan Milenial.
Jakarta, CNN Indonesia --

Kelompok generasi milenial menjadi salah satu target pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di era transformasi digital. Apalagi pandemi Covid-19 telah mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk kelompok milenial.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tirta Segara mengatakan, Indonesia memiliki potensi pertumbungan ekonomi dan keuangan syariah yang sangat besar. Dimana 87 persen atau sekitar 230 juta penduduknya beragama Islam.

"Ini merupakan potential customer yang sangat besar bagi ekonomi dan keuangan syariah," kata Tirta dalam Webinar dengan tema 'Menggenjot Akselerasi Keuangan Syariah di Kalangan Milenial' yang digelar secara virtual oleh Warta Ekonomi, Jumat (26/6).

Tirta melihat, salah satu potensi yang harus didorong untuk pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah adalah kontribusi dari generasi milenial. Potensi ini terbilang besar karena jumlahnya mencapai 28030 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

"Maka kelompok milenial ini jelas merupakan critical ekonomi palyers yang dapat berperan dalam mengakselerasi pertumbuhan keuangan syariah," ucapnya.

Lebih lanjut Tirta menjelaskan, potensi milenial sebagai kunci pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah juga didukung fakta digitalisasi menjadi gaya hidup baru. Bahwa digitalisasi menjadi prefrensi baru dalam bertransaksi oleh kelompok milineial.

"Berdasarkan survei, sekitar 94 persen milenial Indonesia terkoneksi dengan internet, dan 79 persen milenial itu membuka smartphone satu menit setelah bangun tidur," katanya.

"Kita tentu berharap industri keuangan syariah menangkap potensi ini dan menjadikan digitalisasi menjadi salah satu pilihan model bisnis baru," ucap Tirta.

Di sisi lain, Tirta juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah memang terbuka lebar. Potensi itu ditopang juga dengan jaringan keuangan yabg saat ini telah berdri dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Tentu saja hal itu juga tak lepas dari kinerja industri perbankan syariah, industri keuangan non bank syariah, dan pasar modal syariah yang terus menerus memainkan peran strategis meskipun di masa pandemi ini.

Terbukanya potensi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah juga bisa dilihat dari total aset. Per akhir Maret 2021, total aset keuangan syariah telah mencapai Rp1.863 triliun atau sekitar 10 persen dari total aset industri keuangan.

Lebih lanjut Tirta menjelaskan, penerbitan masterplan ekonomi keuangan syariah Indonesia 2019-2024 oleh Komite Nasional Keuangan Syariah juga merupakan tonggak penting dalam pengembangan industri ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

"Dengan segenap potensi ini kami berharap industri keuangan syariah dapat berperan optimal dalam mendukung perkeonomian Indonesia terutama di masa pandemi ini," ucapnya.

Strategi OJK Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Sarjito menjelaskan, dari 34 provinsi di Indonesia, terdapat 13 provinsi yang memiliki tingkat literasi dan inkusi keuangan syariah lebih tinggi dari tingakt nasional pada 2019.

Literasi keuangan syariah, DKI Jakarta menempati tempat teratas diikuti Jawa Timur, NTB, Riau, Aceh, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DIY, Jawa Tengah, Banten, dan Kalimantan Barat.

Sementara inklusi keuangan syariah, DKI Jakarta juga masih paling atas, diikuti Jawa Timur, Sumatera Barat, Jawa Barat, Aceh, NTB, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Sarjito menjelaskan, perkembangan industri keuangan syariah juga dihadapkan pada tantangan. Di antaranya literasi dan inkulsi yang masih rendah, yaitu 8,93 persen dan 9,10 persen; diferensiasi model bisnis/produk yang masih terbatas; dan pemenuhan SDM untuk pengembangan yang belum optimal.

Kemudian rendahnya market share dibandingkan dengan industri keuangan konvensional, tingkat permodalan terbatas, dan lemahnya pelayanan berbasis digital juga jadi tantangan yang mesti dilewati industri keuangan syariah untuk berkembang.

"Market share masih rendah sekitar 9,96 persen. Kemudian 6 dari 14 bank syariah memiliki modal inti di bawah Rp2 triliun. Terakhir industri keuangan syariah belum mampu mengembangkan infrastrukturnya," katanya.

Karena itu, lanjut Sarjito, OJK memiliki strategi dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. Pertama, melalui penguatan kebijakan, yakni Perpres No 14/2020 terkait SNKI, POJK Nomor 76/POJK.07/2016, dan Keppres No 26/2019 tentang Hari Indonesia Menabung.

Kedua, dengan ketersediaan SDM yang berkualitas dalam pelaksanaan program literasi dan inklusi keuangan, serta kecukupan SDM untuk memastikan operasionalisasi program literasi dan inklusi keuangan berjalan baik.

Ketiga, diversifikasi produk. Ketersediaan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Kemudia ketersediaan produk sesuai dengan kelompok sasaran masyarakat dimana semua produk harus memenuhi aspek aman, mudah, dan berkualits.

Keempat, melakukan sinergi dan aliansi strategi. Dukungan stakeholder dalam rangka sinergi aksi literasi dan inklusi keuangan. Dukungan kelompok masyarakat dan komunitas dalam implementasi program literasi dan inklusi keuangan.

Terakhir, publikasi dan kampaye. Kampanye menggunakan iklan Layanan Masyarakat Kegiatan Bulan Inklusi Keuangan, pelaksanaan edukasi keuangan secara masif baik fisik maupun lewat virtual, dan publikasi menggunakan advertorial, booklet, flyer, poster, dan bentuk publikasi lainnya melalui media sosial.

(osc)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK