Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta perusahaan swasta sektor non-esensial untuk mematuhi aturan PPKM Darurat agar kebijakan tidak berakhir sia-sia.
Wiku meminta perusahaan untuk tidak memaksa karyawannya bekerja dari kantor (work from office/WFO), khususnya di daerah terdampak PPKM Darurat yakni Pulau Jawa dan Bali.
"Bagi sektor swasta non-esensial untuk mematuhi peraturan dan tidak memaksakan pegawainya untuk bekerja dari kantor," katanya pada konferensi pers harian PPKM Darurat pada Selasa, (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiku juga meminta kepada masing-masing pemerintah daerah (pemda) untuk serius dan tegas dalam menerapkan PPKM Darurat, sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Penerapan PPKM Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Dalam aturan tersebut, pemerintah dapat memberikan sanksi kepada pengusaha yang nakal selama PPKM Darurat. Hal ini khususnya jika pengusaha tetap menerapkan bekerja dari kantor meski berada di sektor non-esensial.
Instruksi itu berisi 13 diktum. Berbagai pembatasan diatur dalam diktum ketiga, mulai dari penerapan WFH 100 persen hingga penutupan mal.
Diktum ketiga, keempat, dan kelima mengatur kewenangan gubernur dalam menjalankan PPKM Darurat. Diktum ketujuh berisi protokol kesehatan PPKM Darurat, mulai dari pemakaian masker hingga ketentuan tes covid-19.
Diktum kedelapan mengatur soal bantuan sosial, sedangkan diktum kesembilan soal sumber dana PPKM Darurat. Sanksi-sanksi diatur dalam diktum kesepuluh.
Salah satunya sanksi bagi pelaku usaha, restoran, pusat perbelanjaan, transportasi umum. Mereka yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif sampai dengan penutupan usaha sesuai ketentuan perundang-undangan.
Sebagai informasi, dalam aturan PPKM Darurat perusahaan sektor non-esensial wajib menerapkan bekerja dari rumah (work from home/WFH) 100 persen selama PPKM darurat.
Sementara, perkantoran sektor esensial boleh hanya menerapkan WFH 50 persen. Sektor esensial meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina, serta industri orientasi ekspor.
Perkantoran sektor kritis bisa menggelar WFO 100 persen. Sektor ini meliputi energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjang, petrokimia, dan semen.
Sektor kritis termasuk objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.