ANALISIS

Ironi Vaksin Harus Bayar, Sedang BUMN Disuntik Modal

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 13 Jul 2021 08:09 WIB
Ekonom menilai vaksin berbayar sebagai praktik culas pemerintah. Sebab dari sisi anggaran, pemerintah malah menyiapkan suntikan modal bagi BUMN.
Ekonom menilai vaksin berbayar sebagai praktik culas pemerintah. Sebab dari sisi anggaran, pemerintah malah menyiapkan suntikan modal bagi BUMN. (CNN Indonesia/Adi Maulana).

Ekonom sekaligus Direktur International Studies Celios Muhammad Zulfikar Rakhmat menyebut distribusi vaksin seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah. Bila tidak ada anggaran, seharusnya bukan membebani dananya ke masyarakat, tapi melakukan utak-atik anggaran.

"Pemerintah masih ada anggaran kok, terutama dari infrastruktur," terang Fikar, sapaan akrabnya.

Ia juga khawatir rencana ini justru memperlebar jurang ketimpangan bagi si kaya dan si miskin. Belum lagi, ancamannya terhadap pemulihan ekonomi nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagaimana pun, langkah ini akan memperburuk ketimpangan. Tidak hanya soal siapa yang dapat vaksin, tapi juga pemulihan ekonomi terhambat karena pulihnya kepercayaan untuk belanja tidak merata," jelasnya.

Ekonom Core Yusuf Rendy Manilet menilai vaksin berbayar sebetulnya sah-sah saja karena sudah diterapkan oleh beberapa negara di dunia. Tetapi, yang perlu diingat adalah apakah pemerintah bisa benar-benar menjadi distribusi dan akses vaksin tersebut kepada masyarakat seperti negara-negara maju?

"Jadi daripada membagi fokus antara vaksin gratis dan berbayar, seharusnya resources dialihkan untuk membantu pemerintah dalam menyalurkan vaksin secara luas ke masyarakat. Kenapa tak diarahkan saja Kimia Farma untuk membantu proses vaksinasi dengan resources yang besar?" tanya Yusuf.

Toh, dari sisi anggaran, lanjutnya, pemerintah masih punya amunisi besar. Sebab, yang terjadi saat ini bukan masalah ada atau tidaknya dana, tapi seberapa cepat pemerintah bisa membelanjakan uang?

Hal ini berkaca pada pelaksanaan PEN 2020, dana vaksin sudah dialokasikan sejak tahun lalu, tapi eksekusi di lapangan baru bisa dilakukan pada 2021. "Pangkal masalah bukan kepada pengadaan anggaran, tetapi lebih kepada eksekusi anggaran itu sendiri," ucapnya.

Kalau pun vaksin harus berbayar karena pemerintah beralasan untuk mempercepat distribusi vaksin, maka solusi paling akhir yang bisa dilakukan adalah memberikan subsidi. Dengan begitu, masyarakat tidak secara bulat harus menerima harga vaksin dan layanan sesuai yang telah ditentukan Kemenkes.

Sebab, aturan harga itu semula disiapkan untuk penyelenggaraan vaksin gotong Royong yang memang melibatkan dunia usaha. Perusahaan yang menanggung biaya sesuai dengan keinginan mereka secara sukarela membantu demi mempercepat vaksin kepada karyawan.

"Harga vaksinasi berbayar sekarang relatif masih mahal. Agar bisa terjangkau oleh seluruh kelompok masyarakat, setidaknya pemerintah bisa melakukan subsidi kembali dari harga jual saat ini, kisaran subsidinya minimal 50-70 persen," pungkasnya. 

(bir)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER