Serikat Bersama (Sekber) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyelamatkan perusahaan agar tidak bangkrut. Potensi kebangkrutan muncul karena tekanan pandemi covid-19.
Permintaan itu dituangkan dalam surat permohonan tertanggal 12 Juli 2021 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) Dwi Yulianta, President Asosiasi Pilot Garuda (APG) Muzaeni, dan Ketua Umum Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI) Achmad Haeruman.
"Mengingat status PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah flag carrier yang kepemilikan sahamnya 60,54 persen milik negara, maka kami memohon dukungan dari Bapak Presiden Joko Widodo kiranya dapat membantu menyelamatkan kelangsungan flag carrier Garuda Indonesia," ungkap Sekber Garuda dalam surat tersebut seperti dikutip dari Antara, Rabu (14/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:Cara Dapat Diskon Listrik PLN Juli 2021 |
Selain meminta Jokowi menyelamatkan Garuda, Sekber juga meminta kepala negara untuk mendukung opsi penyelamatan perusahaan dengan cara menghindarkan perusahaan dari status pailit oleh kreditur. Opsi ini diklaim telah mendapat dukungan dari Komisi VI DPR sejak Juni lalu.
Selanjutnya, serikat pekerja juga meminta agar Jokowi bisa segera mencairkan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai Rp7,5 triliun sebagai penyertaan modal negara (PMN) kepada Garuda. Serikat juga meminta agar Jokowi bisa mempercepat pembentukan holding ekosistem pariwisata.
Terakhir, serikat meminta agar Jokowi membentuk tim audit atas seluruh transaksi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di masa lalu hingga sekarang. Bila ditemukan kesalahan, maka pihak yang bertanggung jawab agar dihukum.
Permintaan ini muncul karena serikat pekerja menduga Garuda berada di ambang kebangkrutan mengingat kondisi keuangan yang berantakan di masa lalu. Salah satunya, dampak dari bisnis pengadaan pesawat dan mesin yang tidak dikelola baik oleh direksi lama.
Tak cuma itu, kondisi keuangan Garuda juga buruk akibat beberapa lini bisnis tidak dikelola dengan maksimal, seperti captive market corporate account atau semua perjalanan dinas instansi pengguna APBN dan non APBN, lini bisnis kargo, dan lini bisnis carter.
Di sisi lain, Sekber turut melaporkan bahwa 2.000 pekerja sudah di-PHK pada 2020. Jumlahnya berkurang dari total 7.900 pekerja pada 2019.
Sementara, tahun ini, kurang lebih ada 1.000 pekerja yang tengah diproses untuk PHK. Perusahaan juga melakukan pemotongan dan penundaan pembayaran gajinya.