Pintu Wall Street Terancam Tertutup Bagi Perusahaan China

CNN Indonesia
Jumat, 23 Jul 2021 11:34 WIB
Undang-undang yang dikeluarkan Amerika Serikat terkait kewajiban audit untuk perusahaan asing akan mengancam keberadaan perusahaan China di Wall Street.(AFP/SPENCER PLATT).
Jakarta, CNN Indonesia --

Undang-undang yang dikeluarkan Amerika Serikat terkait kewajiban audit untuk perusahaan asing akan mengancam keberadaan perusahaan China di Wall Street. Aturan yang dikeluarkan saat kepemimpinan Presiden Donald Trump ini mengharuskan perusahaan yang terdaftar di Wall Street untuk berbagi audit dengan regulator AS.

Jika perusahaan tidak mau mematuhi aturan ini, maka perusahaan terancam delisting. UU ini pun mengharuskan perusahaan membuka keterlibatan mereka dengan pemerintah asing.

Rangkaian aturan ini dinilai akan berdampak pada investasi luar negeri terhadap teknologi China. Dikutip dari CNN Business, kondisi ini pun diperburuk dengan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah China.

Cyberspace Administration of China (CAC) atau pengawas internet China mulai memberikan arahan untuk membatasi perusahaan listing di luar negeri. Bahkan, baru-baru ini lembaga tersebut mengusulkan setiap perusahaan dengan data lebih dari satu juta pengguna harus meminta persetujuan mereka sebelum mencatatkan sahamnya di luar negeri.

Analis Eurasia Grup menuliskan dalam sebuah laporan pemerintah China awalnya mentoleransi listing di luar negeri agar memberikan perusahaan keleluasaan mencari modal.

"Namun, saat ini perhitungan jelas telah berubah demi memprioritaskan masalah keamanan nasional," tulis laporan tersebut dikutip dari CNN Business, Jumat (23/7).

CEO MegaTrust Investment (Hong Kong) Qi Wang mengungkap terlepas dari masalah politik China dan AS, kini kedua negara tersebut menuntut transparansi ekstra ketat.

"Perusahaan menghadapi dua standar yang berbeda atau bahkan bertentangan. Tantangan hukum dan kepatuhan (dari IPO China) akan mulai meningkat," katanya.

Di sisi lain, pengetatan aturan listing baik di AS dan China ini menjadi sinyal berakhirnya pasar saham AS untuk perusahaan China.

Profesor dan Direktur China Initiatives Thunderbird School of Global Management, Arizona State University Doug Guthrie mengungkap 'istirahat panjang' kemungkinan berlangsung hingga hubungan AS dan China membaik.

"Pemerintah China mengirimkan sinyal yang sangat jelas kepada perusahaan teknologi China dan ke seluruh dunia, bahwa organisasi China harus bekerja sama dengan pemerintah China," kata Guthrie.

Tak hanya itu, China pun mengirimkan sinyal bagi perusahaan yang tumbuh terlalu besar dan menglobal akan dikendalikan oleh pemerintah.

"Perusahaan yang tumbuh terlalu besar dan global terlalu cepat akan dikendalikan untuk memastikan bahwa mereka bekerja sama dengan prioritas pemerintah China," tambah Guthrie.

Aksi yang dilakukan kedua negara membawa kerugian bagi keduanya tanpa terkecuali. Aksi yang dilakukan oleh pemerintah AS telah menghapus sekitar US$1 triliun dari nilai saham teknologi China yang terdaftar di luar negeri sejak Februari. Goldman Sachs bahkan menilai ini menjadi aksi jual terburuk dalam sejarah.

Pasar saham AS telah menjadi salah satu wadah pencarian modal asing bagi perusahaan China. Terlepas dari ketegangan antara kedua negara, perusahaan China masih mengumpulkan sekitar US$13,6 miliar dari daftar AS tahun lalu.

Data Dealogic mengungkap jumlah IPO tersebut terbesar kedua setelah 2014, saat Alibaba (BABA) go public dalam IPO New York senilai US$25 miliar.

Sedangkan tahun ini ada 37 perusahaan China telah terdaftar di Amerika Serikat. Gabungan nilai IPO semuanya mencapai US$12,6 miliar, jumlah tertinggi untuk periode yang sama sejak tercatat mulai 1995.

Sementara itu, data Goldman Sachs mengungkap investor AS sekarang memegang sekitar US$1 triliun di saham perusahaan China. Jumlah tersebut termasuk investasi sekitar US$590 miliar di Hong Kong, US$330 miliar di Amerika Serikat, dan US$135 miliar di China daratan.

Belum lama ini, akibat pengetatan China terhadap perusahaan teknologi membuat harga saham perusahaan ride hailing Didi Chuxing di Wall Street anjlok. Aksi ini membuat sebagian perusahaan China yang bersiap IPO di Wall Street mundur.

Induk TikTok, Bytedance, platform e-commerce sosial Xiaohongshu, aplikasi kebugaran Keep dan perusahaan data medis LinkDoc Technology semuanya telah menangguhkan atau membatalkan rencana untuk mendaftar di New York.

Sementara, aplikasi pengiriman Lalamove sedang mempertimbangkan untuk mengalihkan rencana untuk IPO AS senilai US$1 miliar ke Hong Kong karena regulator China menekan listing di luar negeri.



(age/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK