KSPI: Buruh Non Esensial Masih Kerja di Pabrik saat PPKM
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai penerapan PPKM darurat selama 3-20 Juli 2021 dan PPKM level 4 hingga saat ini tak berjalan efektif. Pasalnya, masih banyak buruh di sektor non esensial yang masih bekerja 100 persen di pabrik mereka.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan pernyataan itu disampaikannya merujuk pada hasil survei yang dilakukan organisasinya kepada sejumlah buruh yang mewakili 1.000 pabrik yang bergerak di sektor tekstil, percetakan, ritel, logistik, transportasi, elektronik, energi, pertambangan, farmasi, serta besi dan baja.
"Semua pabrik-pabrik non esensial itu menjawab 100 persen masih bekerja buruh atau pekerjanya. Jadi 99 persen kuesioner dijawab buruh masih bekerja 100 persen," ungkap Said dalam konferensi pers, Senin (26/7).
Ia mengatakan itu semua bisa terjadi karena kebijakan yang tak sinkron antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sebagai komando PPKM Jawa-Bali, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai komando PPKM luar Jawa-Bali, dan Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang mengeluarkan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI).
"Masalah utama mengapa 99 persen pabrik yang kami survei tetap beroperasi 100 persen karena setiap pabrik menunjukkan kepada serikat pekerja bahwa mereka punya izin dari Kementerian Perindustrian," kata Said.
Untuk itu, ia meminta Kementerian Perindustrian berhenti mengeluarkan IOMKI. Pasalnya, tak ada istilah work from home (WFH) bagi pabrik.
"Dalam pabrik tidak akan bisa WFH, yang ada stay at home. Artinya kerja bergilir. Misalnya masuk dua shift, besok libur, jadi sebagian ada yang libur," ujar Said.
Selain itu, ia meminta agar Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan aturan soal kerja bergilir. Dengan demikian, ada acuan bagi pabrik yang menjalankan jam kerja bergilir selama PPKM diterapkan.
"Seharusnya aturan Kementerian Ketenagakerjaan ini sudah keluar untuk menegaskan bagaimana pelaksanaan IOMKI," terang Said.
Hal ini, tambah Said, perlu dilakukan demi mengurangi potensi penularan covid-19 di pabrik. Sejauh ini, tingkat penularan covid-19 di pabrik mencapai 10 persen.
"Tingkat penularan 1 persen-5 persen di 10 persen dari 1.000 perusahaan, yang di atas 10 persen ini di 80 persen dari 1.000 perusahaan," tutup Said.