PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN membukukan peningkatan laba bersih sekitar 19,87 persen dari Rp768 miliar pada kuartal II 2020 menjadi Rp920 miliar pada kuartal II 2021. Laba perusahaan naik di tengah kebijakan penutupan 29 kantor di seluruh Indonesia sejak awal tahun ini.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan perusahaan sengaja mengubah model operasional cabang dari semula end to end menjadi sales and service dengan sentralisasi proses operasional ke wilayah. Namun, jumlah kantor cabang yang ditutup diklaim lebih rendah dari tahun sebelumnya mencapai 130 kantor cabang.
"Ini bertujuan meningkatkan efektivitas layanan, pertumbuhan bisnis, dan kualitas dari operasional BTN," ungkap Haru saat konferensi pers virtual, Rabu (28/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, efektivitas layanan itu memberi hasil peningkatan kredit kepada perusahaan. Tercatat, penyaluran kredit naik 5,59 persen dari Rp251,8 triliun pada kuartal II 2020 menjadi Rp265,9 triliun pada kuartal II 2021.
Laju pertumbuhan kredit diklaim jauh di atas rata-rata nasional sekitar 0,4 persen sampai akhir Juni 2021. Haru mengatakan pertumbuhan kredit ini utamanya disumbang oleh kredit sektor perumahan yang tumbuh 4,39 persen dari Rp228,9 triliun menjadi Rp238,9 triliun pada periode yang sama.
Sumbangan kredit perumahan tertinggi berasal dari kinerja Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi yang melejit 11,17 persen dari Rp113,6 triliun ke Rp126,2 triliun. Sisanya, berasal dari KPR non subsidi yang naik tipis 0,9 persen dari Rp79,9 triliun ke Rp80,6 triliun.
"Ini tentunya didukung segmen perumahan subsidi yang tidak mungkin dapat dicapai kalau tidak ada program perumahan nasional dari pemerintah," ujarnya.
Dari sisi jumlah unit rumah yang mendapat fasilitas KPR, tercatat kurang lebih 80 ribu unit. Terdiri dari 65,4 ribu rumah subsidi dan sisanya rumah non subsidi.
Di sisi lain, Haru mengklaim kredit tumbuh berkat efisiensi biaya dana (cost of funds) dari 5,16 persen menjadi 3,45 persen.
"Penurunan ini tentu akan memberikan manfaat baik untuk BTN maupun nasabah atau debitur untuk mendapatkan suku bunga yang lebih murah, atraktif, dan lebih terjangkau," jelasnya.
Bersamaan dengan penyaluran kredit yang tumbuh baik, bank BUMN itu rupanya mampu menurunkan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dari 4,71 persen menjadi 4,1 persen. Bank juga menambah pencadangan yang tercermin dari NPL coverage ratio dari 107,9 persen menjadi 120,72 persen.
Tak cuma kredit yang 'ciamik', laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga meroket 31,84 persen dari Rp226,3 triliun menjadi Rp298,3 triliun. Banjirnya likuiditas ini membuat rasio ketersediaan dana dengan penyaluran kredit (Loan to Deposit Ratio/LDR) tidak lagi ketat.
Tercatat, LDR BTN kini turun dari 111,27 persen menjadi 89,12 persen. Sementara total aset tumbuh 20,95 persen dari Rp314,6 triliun menjadi Rp380,5 triliun.
Lebih lanjut, Haru mengatakan kinerja positif BTN juga mendapat kontribusi yang baik dari Unit Usaha Syariah (UUS) mereka. Tercatat, pembiayaan syariah tumbuh 12,9 persen dari Rp23,88 triliun menjadi Rp26,86 triliun.
Lalu, DPK syariah naik 29,27 persen dari Rp20,8 triliun menjadi Rp26,89 triliun. Sedangkan aset meningkat 14,06 persen dari Rp31,09 triliun ke Rp35,46 triliun.