Pandemi covid-19 mungkin bisa menjadi 'tameng' pemerintah atas kenaikan jumlah penduduk miskin di Tanah Air. Tapi, menurut Bhima, sebenarnya ada beberapa soal penyebab kemiskinan terlanjur mengakar di masyarakat.
"Tetap ada faktor struktural, jadi tidak bisa serta merta menyalahkan masa pandemi saja," tegas Bhima.
Pertama, rantai kemiskinan turun temurun dari satu keluarga ke keluarga berikutnya. Hal ini terjadi karena minimnya tingkat gizi, pendidikan, dan pendapatan dalam suatu keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi gizi dan pendidikan, ia menilai pemerintah sudah mencoba memitigasi melalui program pemberantasan stunting dan bantuan dana sekolah 12 tahun. Namun, tetap saja, kualitasnya masih kurang.
Hal ini membuat masyarakat sulit mendapatkan kehidupan yang layak, termasuk pekerjaan dengan pendapatan yang memadai. Belum lagi, penciptaan lapangan kerjanya pun masih minim.
"Pemerintah seharusnya besar-besaran menciptakan lapangan kerja, misal seperti di China, mereka meningkatkan industrialisasi dan memajukan teknologi pertanian yang masif, sehingga perekonomian penduduknya bisa diangkat ," ucapnya.
Kedua, pemerintah tidak benar-benar menyiapkan program peningkatan ekonomi struktural bagi masyarakat miskin ke menengah dan menengah ke atas. Imbasnya, pertumbuhan kelas menengah di Indonesia semu.
"Karena sebenarnya Indonesia punya 115 juta orang kelas menengah yang tetap rentan miskin, kata Bank Dunia, sehingga sedikit saja terjadi bencana seperti pandemi, mereka gampang turun kelas menjadi orang miskin baru. Banyak yang kekurangan pendapatan, kekurangan pekerjaan," jelas Bhima.
Atas berbagai kekurangan bansos dan kemiskinan yang mengakar ini, sudah seharusnya pemerintah segera berbenah. Sebab bila tidak, ia khawatir semakin banyak jumlah penduduk miskin yang tidak bisa terselamatkan di tengah pandemi.
Setali tiga uang, Yusuf juga menilai pemerintah harus segera menyusun kebijakan yang lebih terstrukur dan cakap dalam implementasinya. Pasalnya, menurut dia, beberapa program bansos sebenarnya sudah cukup baik, tapi mubazir kalau penyalurannya lamban.
Yang tak kalah penting adalah menciptakan kebijakan yang terstruktur, seperti reformasi industri agar bisa menciptakan lapangan kerja baru. Khususnya, bagi masyarakat yang sekarang ini menjadi korban PHK dan pendapatannya melorot drastis akibat pandemi hingga kebijakan PPKM Level 4.
Apalagi, kebijakan PPKM Level 4 di Jawa dan Bali masih akan berlangsung hingga 16 Agustus nanti. Sementara, PPKM Level 4 di luar Jawa-Bali masih sampai 23 Agustus mendatang.
"Artinya, dua bulan ini, Juli-Agustus, pendapatan masyarakat yang bergantung ke sektor perdagangan, terutama yang informal akan terganggu. Di samping itu, potensi pengurangan tenaga kerja juga akan terjadi. Kombinasi ini akan mendorong tingkat kemiskinan pada September nanti," terang Yusuf.
Ia memprediksi jumlah penduduk miskin di Indonesia akan naik dari 27,54 juta orang pada Maret 2021 menjadi 27,84 juta sampai 28,38 juta orang pada September 2021. Oleh karena, risiko ini harus segera ditekan.
(bir)