Tidak puas di situ, Arnault kembali melebarkan sayap bisnisnya dengan mengakuisisi Celine. Lalu, Berluti dan Kenzo pada 1993.
Pada tahun yang sama, ia membeli surat kabar ekonomi Prancis La Tribune. Namun, ia menjual La Tribune pada 2007, yang digantikan dengan surat kabar lainnya, yaitu Les Chos.
Lewat LVMH, Arnault mengakuisisi produsen parfum Guerlain. Kemudian, Loewe, Marc Jacobs dan Sephora. Belum termasuk lima merek yang ia integrasikan dalam grupnya, yakni Thomas Pink, Emilio Pucci, Fendi, DKNY, termasuk La Samaritaine.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga diketahui diam-diam mengempit 5 persen saham Gucci. Ketika kabar itu tersebar, ia sudah menguasai saham perusahaan Italia tersebut sebanyak 34,4 persen.
Akuisisi tersebut menyisakan masalah. Gucci yang dipegang oleh Tom Ford dan Domenico De Sole tak terima dengan 'akuisisi diam-diam' Arnault. Mereka pun mengajukan tuntutan agar LVMH menjual kembali kepemilikannya di Gucci.
Dari sana, Arnault angkat kaki dari Gucci dengan membawa keuntungan US$700 juta dari hasil penjualan saham tersebut.
Arnault memang bermimpi menjadikan LVMH sebagai gurita bisnis barang mewah. Karenanya, kegagalan mengakuisisi Gucci, tidak menyurutkan semangatnya untuk mengakuisisi merek barang mewah lainnya.
Pada 2011 lalu, ia mengumumkan mengakuisisi 50,4 persen saham Bulgari dengan nilai transaksi US$5,2 miliar. Lalu, dia mendirikan LCapital Asia dan mulai merambah merek di luar Eropa dengan mengakuisisi ritel pakaian China, Xin Hee Co Ltd.
Di samping hobinya berbisnis barang mewah, Arnault juga dikenal sebagai kolektor seni. Koleksinya, termasuk karya Picasso, Yves Klein, Henry Moore, termasuk Andy Warhol. Ia juga memiliki rumah lelang seni dan membeli Tajan, rumah lelang pertama Prancis.
Pada 2006, ia membangun Yayasan Louis Vuitton. Yayasan ini didedikasikan untuk rumah kreasi dan seni kontemporer yang gedungnya dirancang oleh arsitek Frank Gehry.
(agt)