Pemerintah berencana menarik utang senilai Rp973,58 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Angka itu lebih rendah 5,2 persen dibandingkan outlook APBN 2021 sebesar Rp1.026,98 triliun.
"Kebutuhan pembiayaan utang akan dipenuhi secara pragmatis, oportunistik, fleksibel dan prudent dengan melihat peluang di pasar keuangan," bunyi informasi dalam Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, dikutip Senin (14/8).
Tahun depan, sebagian besar pembiayaan utang akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yakni Rp991,3 triliun. Rencana penerbitan itu naik dari outlook APBN 2021 yakni Rp992,8 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain penerbitan SBN, pemerintah juga akan mencari pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri. Rinciannya, pinjaman dalam negeri (neto) dalam RAPBN 2022 direncanakan sebesar Rp1,75 triliun. Angka itu lebih tinggi dari outlook APBN 2021 sebesar Rp978,3 miliar.
Pinjaman dalam negeri (neto) tersebut terdiri atas penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) sebesar Rp3,58 triliun dan pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar negatif Rp1,82 triliun.
Pinjaman dalam negeri akan dimanfaatkan untuk pengadaan alutsista dan almatsus pada Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI, dalam rangka menjaga kedaulatan negara dan stabilitas keamanan nasional.
Sementara itu, penarikan pinjaman tunai dalam mata uang asing tahun depan direncanakan sebesar US$2,0 miliar atau ekuivalen Rp28,7 triliun.
"Target penarikan pinjaman program tersebut dapat disesuaikan melalui mekanisme fleksibilitas pembiayaan, dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, kapasitas mitra pembangunan multilateral dan bilateral, serta kesiapan pemenuhan policy matrix," imbuh informasi tersebut.
Selain dimanfaatkan untuk pembiayaan tunai, pinjaman luar negeri juga dimanfaatkan secara langsung untuk membiayai kegiatan/ proyek prioritas.
Rencana pembiayaan utang sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah-panjang. Sementara itu, pemerintah menetapkan tiga arah kebijakan pembiayaan utang 2022.
Pertama, mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian dengan menjaga rasio utang dalam batas aman.
Kedua, meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar yakni perluasan basis investor dan mendorong penerbitan obligasi/ sukuk daerah. Ketiga, utang sebagai instrumen menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
Namun, dalam catatan itu pemerintah tidak menyebutkan target rasio utang terhadap PDB. Sementara, dalam outlook APBN 2020, rasio utang terhadap PDB ditargetkan sebesar 34,9 persen.