Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan implementasi PPKM darurat dan level 4 menekan impor minyak selama Juli 2021. Hal ini sejalan dengan periode implementasi PPKM yakni sejak 3 Juli 2021 dan terus diperpanjang hingga saat ini.
Kepala BPS Margo Yuwono menuturkan impor minyak dan gas (migas) pada Juli 2021 senilai US$1,78 miliar. Angkanya turun tajam 22,28 persen dari bulan sebelumnya US$2,30 miliar.
"Kalau kita lihat impor yang turun itu, kalau dilihat komoditas yang utama itu dari migas dan bahan bakar mineral utamanya pada kode HS 27090010," ujarnya saat rilis data neraca perdagangan periode Juli 2021, Rabu (18/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kode HS tersebut mewakili golongan minyak bumi, minyak dari mineral bitumen, dan minyak mentah (petroleum oils and oils from bituminous minerals, crude).
Menurutnya, penurunan impor minyak ini berkaitan dengan berkurangnya aktivitas masyarakat selama PPKM berlangsung. Data BPS mengungkapkan, mobilitas penduduk di tempat perdagangan ritel dan rekreasi turun 20 persen pada Juli 2021.
Serupa, mobilitas penduduk di taman berkurang 20 persen, tempat kerja minus 28,9 persen, dan mobilitas di tempat transit turun paling tajam 45,3 persen. Sebaliknya, kegiatan masyarakat di tempat belanja kebutuhan sehari-hari tetap tumbuh 12,8 persen dan aktivitas di rumah naik 13 persen.
Data tersebut, kata Margo, berdampak pada berkurangnya impor minyak meskipun harganya minyak mentah global menguat.
"PPKM juga redam impor migas, meskipun harga minyak dunia naik, tapi kebutuhan impor untuk produk minyak terutama bahan bakar minyak, BBM itu tidak melonjak, karena mungkin mobilitas masyarakat dibatasi oleh PPKM jadi kebutuhan juga berkurang karena pergerakan mobilitas turun," ujarnya.
Nilai impor turun 12,22 persen secara bulanan dari US$17,22 miliar pada Juni menjadi US$15,11 miliar pada Juli. Namun, secara tahunan angkanya masih bertambah 44,44 persen dibandingkan US$10,46 miliar pada Juli 2020.