Sementara, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal meminta pemerintah untuk mengevaluasi terlebih dahulu realisasi program vaksinasi covid-19 gratis selama ini. Pemerintah perlu mengecek lagi apakah distribusi sudah merata hingga ke berbagai daerah atau hanya terpusat di ibu kota.
Lalu, apakah masyarakat khususnya kelompok menengah ke bawah masih kesulitan mendapatkan vaksin gratis di dekat tempat tinggalnya. Jika jawabannya iya, maka wacana vaksin berbayar harus disetop.
"Kalau vaksinasi sudah terpenuhi untuk semua golongan khususnya menengah ke bawah, maka vaksin berbayar masih oke. Tapi kalau sebagian besar masyarakat menengah ke bawah belum tervaksinasi, maka vaksin berbayar tak tepat," papar Faisal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data Kementerian Kesehatan RI mencatat sebanyak 90.270.274 dosis vaksin covid-19 telah disuntikkan per 23 Agustus 2021. Sementara, pemerintah telah menerima 130 juta dosis vaksin covid-19 per 23 Agustus 2021.
Dari 130 juta dosis tersebut, sebanyak 116 juta dosis vaksin sudah berada di daerah. Kemudian, 8,1 juta dosis vaksin masih dalam perjalanan.
Lalu, sebanyak 5,3 juta dosis vaksin berada di pemerintah pusat. vaksin tersebut sedang melalui tahap pengemasan.
Faisal mengingatkan pemerintah untuk menomorsatukan distribusi di daerah ketimbang sibuk mengurus program vaksin berbayar. Jangan sampai, warga di daerah sudah mau divaksin, tapi pasokannya tak ada.
"Banyak masyarakat tidak dapat vaksin itu bukan karena tidak mau, tapi tidak tersedia. Daerah itu terbatas pasokannya, itu dulu diprioritaskan, dipastikan masalah tak terjadi," tegas Faisal.
Jika mayoritas masyarakat kelas menengah bawah sudah divaksinasi dan distribusi di daerah sudah merata, maka tak masalah pemerintah menyelenggarakan program vaksin berbayar.
Namun, Faisal mengingatkan pemerintah agar menjelaskan secara rinci mengenai skema distribusi vaksin berbayar. Selain itu, jenis vaksin yang digunakan untuk program berbayar sebaiknya tak sama dengan yang gratis.
"Jenisnya harus beda, jangan sama. Itu dari sisi suplai," imbuh Faisal.
Jenis vaksin harus berbeda antara yang berbayar dan gratis agar pasokan untuk masing-masing program tak terganggu. Faisal juga mengingatkan pemerintah agar tak mematok harga tinggi-tinggi untuk vaksin berbayar.
Menurut Faisal, jika vaksinasi berbayar dilakukan lewat BUMN seperti rencana sebelumnya, sebaiknya masuk dalam program corporate social responsibility (CSR) agar tak murni mengharapkan keuntungan 100 persen.
"Karena BUMN terutama yang bergerak di farmasi keuntungannya sudah banyak karena pandemi, harga obat dan lain-lain margin besar di situ," tutup Faisal.