Sementara bila dibandingkan dengan Bulog, sebenarnya dasar hukum pembentukan lembaganya lebih tinggi Bulog karena berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perum Bulog. Secara struktural, landasan hukum, pp lebih tinggi dari perpres.
Namun, Bulog tidak bertanggung jawab langsung kepada presiden. Sebab, Bulog merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjalankan penugasan dari pemerintah melalui menteri.
Selain itu, berbeda dengan BPN yang dipimpin seorang kepala, pucuk pimpinan Bulog adalah direktur utama. Begitu juga soal anggaran, BPN nantinya akan bersumber dari pengalihan pendanaan BKP dan sumber lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan, ketentuan modal Bulog di PP 13/2016 merupakan penyertaan dari negara mencapai Rp9,84 triliun dan dapat ditambah dari APBN. Untuk tugas dan fungsi, Bulog dibentuk untuk mengamankan harga pangan pokok beras di tingkat produsen dan konsumen.
Kemudian, melakukan pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP), penyediaan dan distribusi pangan pokok beras kepada golongan tertentu, hingga melaksanakan impor beras.
Pemerintah juga memberi mandat kepada Bulog untuk melakukan pengembangan industri berbasis beras, termasuk padi atau gabah serta mengolah gabah dan beras serta mengembangkan pergudangan beras. Tidak ketinggalan, Bulog juga memiliki tugas dalam bidang ketahanan pangan pada jenis pangan lainnya di luar beras.
Artinya, ada pula tugas di BPN dan Bulog yang beririsan, yakni soal harga pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah. Nah, dengan kehadiran BPN, nantinya arahan terkait tugas ini akan diambilalih oleh BPN dari Menteri BUMN.
"Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara menguasakan kepada Kepala Badan Pangan Nasional untuk memutuskan penugasan Perusahaan Umum Bulog dalam rangka pelaksanaan kebijakan pangan nasional," jelas Pasal 29 Perpres 66/2021.