Hilirisasi Batu Bara Bakal Beri Nilai Tambah Ekonomi US$2,1 M
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara (APBI-ICMA) Hendra Sinadia mengungkapkan hilirisasi batu bara dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia hingga US$2,1 miliar atau setara dengan Rp29,9 triliun (asumsi kurs Rp14.271 per dolar AS).
Pasalnya, dengan melakukan hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai bahan subtitusi pengganti liquefied petroleum gas (LPG), negara bisa menghemat neraca perdagangan sebesar Rp5,5 triliun per tahun. Hingga saat ini, tercatat Indonesia mengimpor LPG sebesar 1 juta ton per tahun.
Selain itu puluhan ribu tenaga kerja dapat diserap dengan memberdayakan industri nasional untuk melakukan hilirisasi batu bara ini.
"Penyerapan jumlah tenaga kerja sekitar 10.570 orang pada tahap konstruksi dan 7.976 orang pada tahap pengoperasiannya," ujar Hendra dalam Webinar Pemanfaatan Hilirisasi Batu Bara Untuk Pemulihan Ekonomi, Rabu (1/9).
Kemudian Hendra menambahkan pemerintah dapat menghemat cadangan devisa negara hingga Rp9,71 triliun per tahun. Serta meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko menargetkan produksi DME pada 2045 mencapai 6,15 juta ton secara bertahap. Metanol sebagai salah satu produk turunan hilirisasi batu bara ditargetkan akan diproduksi sebanyak 14,13 juta ton pada 2045.
Sujatmiko memaparkan berbagai produk turunan hilirisasi batu bara dengan metode liquefaction yakni diesel, bahan bakar jet, hingga naphthol. Namun, dengan metode gasifikasi batu bara dapat dimanfaatkan menjadi gasoline, ammonia, pupuk urea, hingga diesel.
Untuk diketahui, sumber daya batu bara Indonesia menduduki peringkat keenam di dunia dengan total sebesar 143,7 miliar ton. Nilai ini diperkirakan mampu digunakan hingga 65 tahun ke depan, dengan asumsi produksi 600 juta ton per tahun.