Jakarta, CNN Indonesia --
Masalah pinjaman online (pinjol) tak pernah ada habisnya. Jumlah korban bukannya berkurang, tapi terus berjatuhan.
Maklum, pinjol seringkali dijadikan jalan keluar ketika masyarakat butuh uang secara instan. Syarat untuk meminjam dari pinjol tak serumit perbankan.
Salah satunya, uang yang dipinjam nasabah bisa langsung cair pada hari yang sama setelah pengajuan. Berbeda dengan bank yang butuh proses lebih lama karena ada penilaian yang lebih ketat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ada harga yang harus dibayar mahal oleh nasabah pinjol atas kemudahan tersebut. Nasabah harus siap dengan bunga yang mencekik, belum lagi potongan administrasi yang besar dari total pinjaman serta tenor yang singkat.
Jika utang tak dibayar tepat waktu, nasabah harus siap mental diintimidasi. Data ponsel dibongkar, diteror, hingga diancam dibunuh.
Hal seperti itu rata-rata dilakukan oleh pinjol ilegal. Mereka tak tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Melati (bukan nama sebenarnya), mantan guru Taman Kanak-kanak (TK) di Malang menjadi salah satu korban pinjol. Ia meminjam uang uang di empat sampai lima aplikasi pinjol dengan total Rp2,5 juta dengan tenor tujuh hari.
Namun, Melati tak punya uang untuk membayar hingga jatuh tempo tiba. Ia memutuskan untuk meminjam dana di pinjol lain untuk menutup utangnya di empat sampai lima aplikasi pinjol sebelumnya.
Dari Rp2,5 juta, utang Melati akhirnya menumpuk hingga Rp40 juta. Jika ditotal, ia meminjam di 24 aplikasi pinjol.
Berbagai intimidasi pun datang dari masing-masing pinjol. Dari umpatan monyet, anjing, diancam akan disebar fotonya, hingga ancaman pembunuhan.
Ini baru kisah satu korban. Kisah lainnya, akhir Juli 2021 lalu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil menangkap delapan tersangka sindikat pinjol ilegal.
Pihak Bareskrim Polri mengatakan pinjol tersebut memfitnah peminjam sebagai bandar narkoba dalam proses penagihan. Selain itu, pinjol tersebut mengedit foto-foto dari peminjam perempuan untuk ditempelkan pada gambar tak senonoh.
Kemudian, foto disebar ke media sosial, mencemarkan nama baik peminjam dalam menagih utang mereka.
Kejadian ini bukan satu atau dua kali, tapi berulang-ulang dan sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Tak heran, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun akhirnya turun tangan.
Kaji Fatwa Halal-Haram
Ketua Fatwa MUI Hasanuddin AF mengatakan pihaknya terbuka untuk membuat fatwa soal halal atau haram praktik pinjol. Pasalnya, MUI menerima banyak keluhan masyarakat yang merasa dirugikan karena pinjol.
"Pinjol itu merugikan pihak peminjam. Banyak mudaratnya. Harus dilarang itu. Islam mengajarkan bahwa tak boleh merugikan salah satu pihak dalam suatu perjanjian," ungkap Hasanuddin kepada CNNIndonesia.com pada Agustus 2021 lalu.
Ia menilai praktik bisnis pinjol tak sesuai dengan syariat Islam. Pasalnya, pinjol memberikan pinjaman dengan sistem bunga yang berlipat ganda.
"Yang jadi masalah kan dharar-nya itu. Banyak mudaratnya. Apalagi sistem bunga itu. Itu jelas. Pinjam sekian, bunganya sekian. Jelas-jelas tidak syariah," katanya.
Literasi keuangan yang kurang membuat masyarakat rentan terjebak pinjol. Cek ulasan pada halaman berikutnya.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menjelaskan masalah pinjol akan dibahas dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7.
Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI merupakan forum tiga tahunan dari program kerja prioritas Komisi Fatwa MUI. Pinjol, katanya, masuk dalam sub tema fikih kontemporer (fikih mu'ashirah).
"Ini dilatarbelakangi dari fakta yang sangat meresahkan masyarakat tentang akibat dari pinjol," ujar Mifatahul kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/9).
Miftahul sadar bahwa keberadaan pinjol memudahkan masyarakat dalam mendapatkan sumber dana dengan cara cepat dan instan. Namun, banyak nasabah yang akhirnya dirugikan oleh pinjol.
Ada tiga poin utama yang menjadi perhatian para ulama. Pertama, skema akad yang digunakan.
"Apakah akadnya sesuai dengan syariat atau tidak," kata Miftahul.
Kedua, syarat dan ketentuan dari praktik pinjol tersebut. Dalam hal ini, ulama akan melihat apakah praktiknya mengeksploitasi nasabah atau tidak.
Ketiga, domain pemerintah dalam menertibkan aplikasi pinjol. Pasalnya, Miftahul melihat masih banyak pinjol ilegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat.
"Banyak sekali pinjol-pinjol yang ilegal, bermasalah, dan meresahkan pada proses penagihan," jelas Miftahul.
Ia mengatakan Ijtima' Ulama akan digelar pada Oktober 2021 mendatang. MUI akan mengundang pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) jika diperlukan.
Sejauh ini, Miftahul mengatakan MUI belum membahas rencana pembuatan fatwa halal-haram pinjol dengan AFPI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara formal. Pembahasan hanya sempat dilakukan secara personal.
"Secara kelembagaan (membahas fatwa halal-haram pinjol) belum. Tapi secara personal sudah," ujar Miftahul.
Setelah Ijtima' Ulama dilakukan, MUI akan memberikan poin-poin rekomendasi kepada OJK sebagai regulator lembaga keuangan di Indonesia.
Nantinya, format fatwa akan terdiri dari ketentuan umum atau terkait dengan pengertian, ketentuan hukum, rekomendasi, dan penutup.
"Ketentuan hukum fatwa sangat tergantung gambaran atau deskripsi permasalahan atau tasawwur masalah, dan deskripsi ini menjadi pertimbangan dalam penetapan hukum," papar Miftahul.
Literasi Kurang
Sementara, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan pihaknya ikut prihatin dengan akses pinjol ilegal yang menyebabkan sekelompok masyarakat terlilit utang.
"Beberapa kasus ternyata meminjam lewat pinjol ilegal akibat pengetahuan (literasi) yang kurang, sehingga komunikasi dan edukasi menjadi penting agar pinjol ini dipahami manfaat, biaya, dan risiko," kata Anto.
Masalah literasi, sambung Anto, juga menjadi poin utama yang dibahas oleh MUI. Untuk itu, OJK mendukung MUI untuk membahas persoalan tersebut.
"OJK mendukung Komisi Fatwa MUI yang dalam musyawarah kerja nasional mendorong dua program sebagai fokus kegiatan, yakni meningkatkan literasi keuangan syariah serta pengembangan bank wakaf mikro sebagai alternatif memperoleh pembiayaan selain pinjol," jelas Anto.
Namun, ia menyebut belum ada pembahasan lebih lanjut dengan MUI terkait rencana pembuatan fatwa halal-haram pinjol.
"Belum ada (pembahasan lebih lanjut soal fatwa halal-haram pinjol)," imbuh Anto.
Dalam daftar OJK per 25 Agustus 2021, terdapat 77 perusahaan pinjol yang telah terdaftar resmi dan mendapatkan izin usaha. Beberapa contohnya, seperti PT Pasar Dana Pinjaman, PT Investree Radhika Jaya, PT Amartha Mikro Fintek, PT Indo Fin Tek, PT Creative Mobile Adventure, PT Toko Modal Mitra Usaha, dan PT Digital Alpha Indonesia.
Selanjutnya, PT Mitrausaha Indonesia Grup, PT endanaan Teknologi Nusa, PT Kredit Pintar Indonesa, PT Astra Welab Digital Arta, PT Oriente Mas Sejahtera, PT Aman Cermat Cepat, dan PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia.
Kemudian, terdapat 39 perusahaan pinjol yang statusnya baru terdaftar di OJK. Contohnya, PT Digital Tunai Kita, PT Kas Wagon Indonesia, PT Mapan Global Reksa, PT Aktivaku Investama Teknologi, PT FinAccel Digital Indonesia, PT Crowde Membangun Bangsa, dan PT Mulia Inovasi Digital.
Sementara itu, Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan pihaknya sedang melakukan audiensi terus menerus dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Poin utama dari pembahasan itu terkait dengan perbedaan pinjol legal dan ilegal.
"Sehingga kami juga memberikan pemahaman antara yang ilegal dan legal, atau berizin dan terdaftar," ujar Adrian.
AFPI, kata dia, sudah mengirimkan surat formal kepada MUI terkait proses bisnis pinjol. Adrian juga terus memfasilitasi edukasi dan pemahaman kepada seluruh pemangku kepentingan.
"AFPI juga sudah kirim surat formal dan terus membuka fasilitas edukasi, pemahaman ke para pemangku kepentingan termasuk MUI," pungkas Adrian.
[Gambas:Video CNN]