Sri Mulyani: Muslim RI Semakin Menunjukkan Gaya Hidup Islam
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut masyarakat Indonesia yang mayoritas merupakan muslim menunjukkan keinginan atau preferensi gaya hidup yang mencerminkan nilai keislaman.
Preferensi ini menyasar ke segi muslim fashion, makanan dan minuman halal, hingga sektor jasa seperti wisata halal hingga pendidikan dan kesehatan.
"Masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim semakin menunjukkan keinginan atau preferensi gaya hidup yang bernilai atau mencerminkan nilai-nilai keislaman," ujar dia pada Penandatanganan MoA Program Strategic Sharia Banking Management BSI, Rabu (22/9).
Menurut Bendahara Negara, preferensi gaya hidup tersebut menciptakan kesempatan atau pasar baru di industri keuangan syariah yang sangat besar. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset perbankan syariah yang tumbuh 15,8 persen pada kuartal II 2021 secara tahunan (year-on-year/yoy).
Selain itu, simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) nasabah perbankan syariah juga tumbuh dua digit 16,54 persen.
"Bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan DPK bank konvensional," imbuhnya.
Namun, wanita yang akrab disapa Ani ini memberi catatan soal pangsa pasar (market share) perbankan syariah yang masih minim bila dibandingkan dengan bank konvensional. Per Juni 2021, market share bank syariah baru mencapai 6,69 persen.
Mengamini ucapan Ani, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi mengakui masih banyak PR yang menanti pihaknya selaku BUMN bank syariah.
Hery mengatakan salah satu PR adalah terkait literasi keuangan dan perbankan syariah yang saat ini masih rendah. Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ia menyebut literasi masyarakat soal keuangan perbankan syariah di bawah 9 persen.
"Jauh tertinggal dari literasi keuangan perbankan konvensional yang mencapai 40 persen," kata Hery.
Lalu, angka inklusi keuangan syariah pun minim yakni 9,1 persen, jauh dari catatan inklusi bank konvensional yaitu 76,2 persen. Hal ini kemudian berimbas pada penetrasi pasar keuangan dan perbankan syariah yang saat ini belum mencapai 7 persen.
"Indonesia tertinggal dari negara lain seperti Saudi Arabia 63 persen, Brunei 57 persen, dan Malaysia di kisaran 30 persen," pungkasnya.