Melirik Hunian TOD Sebagai Properti Pilihan Milenial
Seperti kota-kota besar lainnya di dunia, perkara hunian menjadi salah satu permasalahan yang menghantui para pekerja muda atau generasi milenial di Indonesia.
Generasi milenial kerap terjebak di antara dua pilihan. Tinggal di pusat kota, namun harus merogoh kocek dalam. Atau tinggal di kota penyangga namun perjalanan menelan waktu panjang.
Salah satu pemicunya berasal dari backlog atau ketimpangan antara kebutuhan akan rumah dan jumlah rumah terhuni. Menurut Jakarta Properti Institute (JPI), hingga 2020 Jakarta masih memiliki backlog hunian hingga 1,2 juta unit.
Sedangkan data Bank Dunia (World Bank) pada 2019 menunjukkan permasalahan perumahan diperparah dengan urbanisasi dari desa ke kota. Bank Dunia pada 2019 menyebut sekitar 151 juta atau 56 persen total populasi RI tinggal di daerah perkotaan dan angka tersebut bakal terus bertambah.
Maka tak heran bila polemik hunian berimbas langsung ke milenial yang punya pendapatan pas-pasan namun bekerja di pusat kota.
Pemerintah sendiri menggulirkan beberapa program untuk mengatasi masalah hunian, misalnya program 1 juta rumah lewat Kementerian PUPR dan inisiatif membangun hunian berkonsep transit oriented development (TOD).
Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir pede TOD bakal menjadi primadona generasi milenial di masa depan karena selain memudahkan perjalanan, TOD juga bisa membantu menekan macet di perkotaan, seperti di Jakarta.
Erick menilai penduduk usia produktif menuntut efisiensi baik dalam hal waktu maupun pekerjaan. Hunian TOD, kata dia, dapat memberikan solusi dari tuntutan tersebut.