Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) mengklaim pengusaha tak pernah menaikkan harga obat untuk terapi covid-19. Hal ini khususnya ketika terjadi lonjakan kasus pada Juni-Juli 2021 lalu.
Sekjen GP Farmasi Andreas Bayu Aji kenaikan harga obat covid-19 di pasar terjadi karena terjadi panic buying. Masyarakat khawatir kasus covid-19 melonjak, sehingga membeli obat dan vitamin untuk stok di rumah.
"Kami menegaskan bahwa anggota kami sama sekali tidak pernah menaikkan harga obat," ungkap Andreas dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Andreas, pasokan untuk beberapa obat sempat kosong karena diborong oleh masyarakat yang panik dengan lonjakan kasus covid-19. Sementara, permintaan di pasar meningkat signifikan. Sesuai hukum ekonomi, harga obat otomatis naik.
Sebaliknya, jika pasokan berlebih dan permintaan turun, harga barang akan turun.
"Ini murni terjadi karena faktor supply demand dan perilaku panic buying," terang Andreas.
Selain itu, ia mengakui bahwa stok obat juga belum siap menghadapi lonjakan covid-19 pada Juni-Juli 2021 lalu. Tak ayal, stok obat di beberapa apotek habis.
Lihat Juga : |
Andreas menjelaskan pihaknya sedang berupaya untuk menggenjot produksi obat. Lalu, pengusaha akan mempercepat distribusi obat.
"Namun kami juga butuh bahan baku, proses jalur distribusi sampai ke apotek," ujar Andreas.
Ia meminta pemerintah untuk selalu dilibatkan dalam penanganan covid-19. Hal ini juga terkait dengan kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah.
"Dengan keterlibatan itu hal-hal yang mungkin mengganggu kerja sama atau menghambat satu proses percepatan yang baik bisa terjangkau dan diantisipasi," pungkas Andreas.