Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mencatat utang PT Waskita Karya (Persero) Tbk mencapai Rp90 triliun per September 2021. Tumpukan utang berasal dari beban penugasan pemerintah, pembelian jalan tol yang terlalu banyak, hingga menyusutnya pendapatan dari operasional tol di tengah pandemi covid-19.
Dari sisi penugasan, Tiko, sapaan akrabnya, mengungkapkan pemerintah memang memberikan penugasan kepada Waskita untuk membangun beberapa ruas tol di Jalan Tol Trans Jawa dan Jalan Tol Trans Sumatera. Namun, penugasan itu rupanya tidak disertai dengan aliran modal dari pemerintah melalui PMN, sehingga perusahaan menggunakan keuangan sendiri.
"Waskita saat melakukan penugasan di 2016-2017, tidak mendapat PMN. Jadi memang baru sekarang PMN-nya, agak kebalik, dikerjain dulu baru minta PMN, biasanya minta PMN baru dikerjakan, ini agak kebalik, sudah dikerjakan banyak baru sekarang minta PMN," ungkap Tiko saat rapat bersama Komisi VI DPR, Senin (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera misalnya, membutuhkan dana yang tidak sedikit, yaitu mencapai Rp27,8 triliun. Alhasil, utang Waskita pun langsung bengkak dalam beberapa tahun terakhir sejak pengerjaan proyek tersebut.
Tercatat, utang perusahaan naik dari Rp20 triliun pada 2015-2016 menjadi Rp44,6 triliun pada 2017, Rp64,6 triliun pada 2018, dan Rp70,9 triliun pada 2019. Namun, sempat menurun pada 2020 menjadi Rp65,3 triliun, tapi kemudian bengkak hingga tembus Rp90 triliun pada 2021.
"Jadi meningkat empat kali lipat, jauh sekali memang karena penyelesaian tol itu khususnya," imbuhnya.
Dari sisi pembelian tol, ia mengatakan BUMN Karya itu agresif membeli 16 ruas tol dari swasta pada 2016-2017. Pembelian dilakukan karena tol-tol swasta tersebut tidak optimal di tangan swasta, sehingga perusahaan berusaha mengelolanya.
"Namun tidak berjalan optimal (setelah diakuisisi) di Trans Jawa, seperti Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Solo-Ngawi, dan sebagainya. Dan juga tol-tol baru yang ditenderkan beberapa, seperti di Cileunyi-Sumedang-Dawuan, juga Batang-Semarang," katanya.
Tol-tol yang tidak optimal ini membuat pendapatan perusahaan yang semula sempat meningkat dari Rp45,2 triliun pada 2017 menjadi Rp48,8 triliun pada 2018 kemudian turun menjadi Rp31,4 triliun pada 2019. Kondisinya kemudian semakin memburuk karena pandemi covid-19 pada 2020, sehingga pendapatan tinggal Rp16,2 triliun pada tahun lalu.
Penurunan pendapatan, sambungnya, juga dipengaruhi oleh susutnya pendapatan dari bisnis konstruksi. Sebab, pandemi covid-19 turun memperlambat kerja sejumlah proyek yang digarap perusahaan.
"Dari sisi lalu lintas harian dan pendapatan daripada konstruksi, keduanya menurun tajam. Ini membuat kondisi keuangan Waskita di 2020 mengalami perburukan yang signifikan," tuturnya.
Berbagai hal ini kemudian membuat utang Waskita terus menumpuk hingga mencapai Rp90 triliun pada tahun ini. Utang ini tak hanya disumbang oleh perusahaan induk, tapi juga anak, khususnya PT Waskita Beton Precast Tbk yang mencapai Rp10 triliun.
"Ini (utangnya) agak dalam dan sedang PKPU, karena banyak vendornya yang ajukan PKPU. Ini sedang dibereskan satu PKPU, satu PKPU, jadi dalam proses restrukturisasi juga yang Waskita Beton ini dan terus terang ini tantangan terbesar di grup Waskita itu menyelesaikan utang-utang di Waskita Beton Precast," ungkapnya.
[Gambas:Video CNN]
Bersamaan dengan besarnya utang Waskita Karya, Kementerian BUMN mengajukan usulan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp7,9 triliun untuk perusahaan kepada Komisi VI DPR selaku mitra pemerintah.
Tiko mengatakan PMN telah disetujui oleh Kementerian Keuangan pada kuartal III ini. Bila disetujui Komisi VI, maka PMN akan segera disuntikkan pada kuartal IV 2021 atau paling lambat Desember 2021.
"Ini sebenarnya bisa masuk melalui persetujuan PMN kemarin, namun kelewatan, mohon maaf, jadi kami tambahkan lagi sebagai putusan tambahan untuk Waskita Karya," ujar mantan direktur utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk itu.
Komisi VI DPR pun memberikan persetujuan atas usulan PMN tersebut. Selain memberi PMN, Tiko mengatakan pemerintah juga berencana melakukan beberapa jurus lain untuk menyehatkan kondisi keuangan perusahaan.
Pertama, menerbitkan saham baru ke publik (rights issue) senilai Rp4 triliun. Kedua, mendivestasikan alias menjual beberapa jalan tol milik perusahaan ke pihak lain, khususnya jalan tol yang membebani keuangan perusahaan, misalnya ruas Tol Kayu Agung-Palembang-Betung.
Pasalnya, kata Tiko, jalan tol ini memiliki biaya pembangunan yang besar, yaitu Rp14 triliun atau hampir tiga kali lipat dari rata-rata jalan tol lain sekitar Rp6 triliun. Hal ini terjadi karena ternyata tol dibangun di lahan gambut, sehingga konstruksinya harus dibuat mengambang dan membutuhkan tambahan investasi.
Divestasi juga akan dilakukan pada ruas Tol Kuala Tanjung-Tanah Tinggi-Parapat, di mana pemerintah akan meminta PT Hutama Karya (Persero) Tbk mengambilalih jalan tol ini. Begitu juga dengan ruas Tol Krian-Manyar yang ternyata tidak begitu ramai setelah dibangun, sehingga ingin didivestasikan.
"Jadi tiga tol ini yang menantang, yang lainnya relatif cukup baik dari sisi IRR, sehingga kita berharap pelan-pelan bisa kita selesaikan," ujarnya.
Ketiga, menyelesaikan berbagai utang Waskita secara induk maupun anak, khususnya Waskita Beton Precast. Targetnya, utang-utang Waskita Beton Precast ke vendor akan diselesaikan dalam 1-2 tahun ke depan.
Sementara Waskita secara keseluruhan sampai 2025 mendatang. Pada waktu saya sama, pemerintah akan mengembalikan inti bisnis Waskita dari yang semula bercabang-cabang menjadi fokus pada sektor konstruksi jalan tol, sumber daya air, dan perkeretaapian.
Selain melakukan jurus-jurus tersebut, Tiko mengatakan beberapa langkah penyehatan sejatinya sudah dilakukan sejak 2019. Misalnya, divestasi lima ruas, yaitu Tol Solo-Ngawi, Tol Ngawi-Kertosono, Tol Kualanamu-Tebing Tinggi, Tol Semarang-Batang, dan Tol Cinere-Serpong.
Kemudian pada tahun ini, sedang dilakukan penyelesaian divestasi ruas Tol Cibitung-Tanjung Priok kepada PT Pelindo II (Persero) agar bisa menjadi bagian intergrasi dari pembangunan Kalibaru. Lalu, Waskita Karya juga tengah berdiskusi dengan Lembaga Pengelola Investasi (INA) untuk beberapa ruas tol lain.
"Jadi ini proses recycling ini dibutuhkan untuk memutar dana yang sekarang berhenti di konstruksi tol yang jumlahnya sangat besar," terangnya.
Selanjutnya, perusahaan juga sudah mendapat persetujuan restrukturisasi utang sekitar Rp29 triliun dari 21 bank, sehingga tingkat kolektabilitas 1 dari semula terancam turun hingga kolektabilitas 5. Selain itu, perusahaan juga sudah mendapat penjaminan pinjaman kredit dari pemerintah senilai Rp9,8 triliun dan penjaminan obligasi Rp5,6 triliun dari PII.
"Kemarin juga sudah book building Rp1,7 triliun yag paling tidak untuk financing obligasi jatuh tempo, sehingga tidak ada obligasi yang default, karena memang ancaman terbesar kemarin pada waktu ada obligasi yang jatuh tempo yang kita harus refinancing," katanya.
Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono menambahkan PMN dari pemerintah rencananya akan digunakan untuk memperkuat modal sekaligus menyehatkan kondisi keuangan perusahaan. Menurut hitung-hitungannya, PMN dan rights issue akan membuat CAGR pendapatan usaha meningkat dari 10 persen menjadi 26 persen pada 2021-2026.
Sementara CAGR laba bersih naik dari 10 persen menjadi 25 persen pada 2021-2026. Sedangkan laba bersih bisa positif lebih cepat dari semula diasumsikan pada 2025 menjadi 2023.
Tak hanya itu, current ratio minimal satu kali bisa tercapai pada 2023 dari estimasi awal pada 2024. Selanjutnya, ekuitas akan melejit dari Rp9,8 triliun menjadi Rp21,7 triliun pada 2021 dan equity ratio turun dari 6,12 kali menjadi 3,68 kali pada tahun ini.
Perbaiki Penugasan
Tiko mengatakan permasalahan penugasan di Waskita Karya akan membuat pemerintah mengkaji lagi tata cara pemberian penugasan ke depan. Rencananya, kajian ini nantinya akan dituangkan ke dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
"Sehingga setiap ada penugasan ada perhitungan mengenai dampak sosial dan itu menjadi positive side, tapi perhitungan kepada dampak keuangan harus dilakukan dengan baik," ucapnya.
Selain itu, penugasan nantinya juga akan dilihat dari sisi kondisi keuangan perusahaan. Bila memang membutuhkan PMN lebih dulu, maka akan diberikan.
Menurutnya, pemberian PMN wajar saja selama hitungan dampaknya tetap ada. Toh, BUMN bisa mengembalikan suntikan dana negara melalui setoran dividen ke pemerintah.
"Jadi tidak dibalik, tentunya kalau berhasil kita bisa balikan dalam bentuk dividen," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]