80 Juta Rumah Tangga di Eropa Terdampak Kenaikan Harga Energi

CNN Indonesia
Senin, 04 Okt 2021 12:27 WIB
80 juta rumah tangga di Eropa diperkirakan terimbas kenaikan harga energi, khususnya di Prancis, Irlandia, Slovakia, dan Inggris.(AFP/Valery Hache).
Jakarta, CNN Indonesia --

Penelitian Universitas Manchester dan Jaringan Kemiskinan Energi Engager memperkirakan ada 80 juta rumah tangga di Eropa yang terimbas kenaikan harga energi dalam beberapa hari ini. Kenaikan harga terjadi di tengah ancaman krisis energi yang melanda Eropa.

Beberapa juta di antaranya diperkirakan tidak mampu menghangatkan rumah pada saat musim dingin nanti karena kenaikan harga gas dan listrik. Khususnya di Prancis, Irlandia, Slovakia, dan Inggris.

Selain karena kenaikan harga energi, mereka juga dihadapkan pada pendapatan rumah tangga yang rendah dan kondisi rumah yang tidak hemat energi.

Analis Kebijakan di Regulatory Assistance Project Louise Sunderland menambahkan sekitar 12 juta rumah tangga di Eropa sudah menunggak pembayaran tagihan energi mereka dan berisiko terkena pemutusan akses listrik dan gas bila terus menunggak.

Para rumah tangga ini didominasi oleh pekerja di sektor ritel, perhotelan, dan penerbangan yang sangat terpukul dampak pandemi covid-19. Pasalnya, pendapatan mereka turun. Di sisi lain, tagihan energi tetap meningkat karena pandemi memaksa masyarakat harus tinggal di rumah.

"Sejak 2019, banyak yang telah berubah, tetapi lebih dari 12 juta rumah tangga (di Eropa) menunggak tagihan listrik mereka," ungkap Sunderland seperti dilansir dari CNN Business, Senin (4/10).

Jurang Kemiskinan Melebar

Profesor Universitas Manchester Stefan Bouzarovski mengatakan kenaikan harga energi berpotensi mengerek tingkat kemiskinan di Eropa. Proyeksinya, 20 persen-30 persen penduduk Eropa akan masuk kategori miskin secara umum.

Sementara, 60 persen di antaranya menderita kemiskinan akibat energi. "Risiko jatuh ke dalam kemiskinan energi dalam populasi Eropa adalah dua kali lipat risiko kemiskinan umum," terang Bouzarovski.

Jumlah ini tersebar di berbagai negara di Eropa dengan proyeksi tertinggi ada di Bulgaria mencapai 31 persen dari populasi negara tersebut. Diikuti, Lithuania 28 persen, Siprus 21 persen, Portugal 19 persen, Norwegia 1 persen, dan Swiss 0,3 persen.

Ancaman ini, menurut Bouzarovski, membuat pemerintah perlu mengeluarkan aturan agar produsen energi tidak bisa memutuskan listrik dan gas secara tiba-tiba kepada rumah tangga di Eropa. Sebab, saat ini belum ada aturan seperti itu, namun ancamannya tengah membesar.

"Tidak jelas mengapa kami tidak memiliki larangan pemutusan sambungan di seluruh UE," kata Bouzarovski.

Pasalnya bila tidak, sambung dia, pemutusan akses energi bisa menimbulkan kerusuhan politik. Apalagi, kenaikan harga energi saat ini sudah mendapat protes dari masyarakat di beberapa negara, salah satunya Bulgaria.

Sementara kebijakan pemerintah di negara-negara Eropa saat ini baru sebatas memberi subsidi. Misalnya, Pemerintah Prancis memberikan kupon pembayaran energi satu kali kepada 6 juta rumah tangga.

Lalu, Pemerintah Italia memberikan subsidi senilai US$3,5 miliar atau Rp50,05 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS) kepada 5,5 juta warganya. Selain itu, Italia juga menghapus beberapa biaya tetap dari tagihan konsumen melalui subsidi.

Komisaris Energi Eropa Kadri Simson menilai permasalahan kenaikan harga energi di Benua Biru dapat diatasi dengan kebijakan fiskal dari masing-masing pemerintah. Misalnya, memangkas pajak penjualan dan cukai.

"(Pajak penjualan) dan kebijakan cukai, langkah-langkah yang ditargetkan untuk konsumen yang miskin energi dan rentan atau tindakan sementara untuk rumah tangga dan usaha kecil, serta dukungan langsung kepada konsumen adalah semua langkah yang dapat diambil, sepenuhnya sejalan dengan aturan UE," tandasnya.



(uli/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK