Pinjol Makan Korban Lagi, Satgas Lelet Sikat Rentenir Online
Daftar korban pinjaman online (pinjol) bertambah panjang. Terbaru, seorang ibu rumah tangga berinisial WPS (38) di Wonogiri, Jawa Tengah, meninggal bunuh diri pada Sabtu (2/10), setelah frustasi terjerat utang lewat 'rentenir' online.
Kapolres Wonogiri AKBP Dydit Dwi Susanto mengatakan WPS meninggalkan surat wasiat untuk keluarga. Dalam surat itu, ia mengaku terlilit utang hingga puluhan juta rupiah dari 23 pinjol. "Memang, ada tulisannya bahwa sering diteror-teror begitu," ungkap Dydit, Selasa (5/10).
WPS juga meminta maaf kepada suami dan anak-anaknya karena telah berutang ke pinjol dengan nilai rata-rata Rp1,6 juta sampai Rp3 juta.
Entah sudah berapa jumlah korban pinjol ilegal di Indonesia. Hal yang pasti, jumlahnya terus bertambah.
Sebelum WPS, ada Melati (bukan nama sebenarnya), seorang mantan guru Taman Kanak-kanak (TK) di Malang yang jadi korban pinjol. Dia meminjam uang lewat 4-5 aplikasi dengan total Rp2,5 juta, hanya bertenor tujuh hari.
Melati tak sanggup membayar hingga jatuh tempo tiba. Ia pun memutuskan untuk meminjam dana di pinjol lain untuk menutup utangnya di aplikasi pinjol sebelumnya. Dari Rp2,5 juta, utang Melati akhirnya menumpuk hingga Rp40 juta. Jika ditotal, ia meminjam di 24 aplikasi pinjol.
Berbagai intimidasi pun datang dari masing-masing pinjol. Dari umpatan kasar, hingga ancaman menyebar foto konsumen dan pembunuhan.
Lihat Juga : |
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengaku telah melakukan berbagai cara untuk memberantas pinjol ilegal di Indonesia. Pertama, edukasi kepada masyarakat. "Edukasi masyarakat secara berlanjut agar masyarakat tidak mengakses pinjol ilegal," tutur Tongam kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/10).
Kedua, SWI juga menghentikan pinjol ilegal dengan memblokir situs dan aplikasi. Setelah itu, SWI mengumumkan ke masyarakat.
"Kami mengimbau masyarakat agar melaporkan ke SWI apabila ada penawaran pinjol ilegal. Kami juga mendorong masyarakat yang dirugikan pinjol ilegal dengan teror intimidasi agar melapor ke polisi," jelas Tongam.
Meski sudah berbagai upaya dilakukan, tetapi masalah pinjol ilegal tak juga usai. Memang, Tongam menyebut ada beberapa tantangan untuk memberantas pinjol ilegal.
Lihat Juga : |
"Yang paling utama adalah literasi masyarakat yang perlu ditingkatkan agar tidak mengakses pinjol ilegal," kata Tongam.
Lalu, masyarakat cenderung mencari pinjaman dari berbagai sumber bila sedang kesulitan keuangan. Ujung-ujungnya, mereka terjebak pada pinjol ilegal.
"Oleh karena itu, masyarakat perlu cerdas meminjam dan jangan pernah pinjam pada pinjol ilegal," imbuh Tongam.
Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira menilai upaya yang dilakukan SWI dalam memberantas pinjol ilegal lambat. Bahkan, SWI kalah cepat dari pemilik pinjol ilegal dalam menawarkan pinjaman ke masyarakat.
Lihat Juga : |
"Masalahnya itu informasi pinjol personal, bisa sentuh lewat SMS langsung. Sementara, edukasi dan sosialisasi mana ada lewat SMS?" tegas Bhima.
Dengan demikian, sambung Bhima, kecepatan promosi dari marketing pinjol ilegal tak sebanding dengan literasi keuangan yang diberikan SWI yang cenderung lambat. "SWI seharusnya kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk mencegah pinjol secara dini, sebelum ada korban," kata Bhima.
Dia mencontohkan SMS dari pemerintah atau Satgas Covid-19 yang mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Nah, sebetulnya, SWI dapat menerapkan hal tersebut.
"Saya belum pernah dapat SMS bahaya pinjol ilegal, bisa contoh informasi soal covid-19 itu. Sosialisasi SWI harus lebih masif," jelasnya.
Selain itu, pemerintah harus membuat undang-undang (UU) yang mengatur praktik pinjol dari perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech). Hal itu dimaksudkan agar penegakan hukum bagi pelaku pinjol ilegal bisa lebih tegas dan cepat.
"Misalnya dengan undang-undang terkait fintech, ada pasal pidana. Jadi pinjol tak terdaftar, tidak berizin, akan dipidana, bisa dipenjara," imbuh Bhima.
Saat ini, Indonesia belum memiliki aturan terkait pinjol dalam bentuk UU. Dengan demikian, pelaku pinjol ilegal tak bisa langsung diproses hukum jika tak ada laporan dari korban. "Sekarang banyak pinjol ilegal, tapi tidak bisa main 'penjarain' karena regulasi belum support," terang dia.
Jika ada UU terkait pinjol, pelaku pinjol ilegal bisa langsung dipidana, otomatis akan memberikan efek jera kepada pelaku usaha.
Lihat Juga : |
Dengan begitu, seseorang akan berpikir dua kali jika ingin membuat aplikasi pinjol ilegal. Selama ini, pelaku pinjol ilegal berani membuat aplikasi baru setelah diblokir pemerintah karena merasa hukum Indonesia tidak tegas.
"Kalau ada pelaku pinjol ilegal yang dikenakan pidana cukup berat, itu ada efek jera sebenarnya untuk mereka coba-coba lagi. Seharusnya, hukum maksimal agar mereka tidak coba-coba lagi membuat aplikasi," jelas Bhima.
Sebagai informasi, layanan pinjol baru diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Dalam kesempatan sebelumnya, Tongam mengakui bahwa Indonesia butuh UU yang mengatur praktik pinjol. Menurut dia, salah satu pasal dalam UU itu harus berisi bahwa pinjol ilegal dapat diberikan sanksi pidana tanpa aduan atau secara formil.
Lihat Juga : |
Selama ini, pinjol ilegal tidak bisa diberikan sanksi pidana secara formil karena tak ada UU yang mengatur praktik pinjol.
Sehingga, pelaku pinjol ilegal hanya bisa diberikan sanksi pidana secara materiil.
Materiil artinya berdasarkan pengaduan dan harus ada kerugian dari kasus yang dilaporkan oleh masyarakat.