Pemerintah Kota Bandung mendorong Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) agar mempersempit ruang rentenir. Salah satunya dengan menghidupkan kembali koperasi simpan pinjam.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan keberadaan koperasi simpan pinjam bisa menjadi alternatif masyarakat mencari pinjaman modal usaha.
"Kita harus mendekatkan Bank Bandung dan aktif mempromosikan program kepada masyarakat seperti program pinjaman modal usaha. Ini bisa menjadi alternatif masyarakat dan lambat laun meninggalkan rentenir," kata dia dalam acara Focus Group Discusion Strategi Peningkatan Ekonomi Masyarakat Melalui Peran Satgas Anti Rentenir Kota Bandung di Hotel Savoy Homann, Rabu (6/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Menurut Yana, rentenir atau orang pemberi pinjaman uang tunai dengan bunga yang sangat tinggi merupakan praktik ekonomi ilegal. Selama ini rentenir telah mengakar di kalangan masyarakat dan telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian masyarakat.
Praktik rentenir hingga saat ini paling marak ditemui di pasar-pasar tradisional. Mereka menyasar pedagang kecil hingga akhirnya banyak pedagang yang terlilit utang.
"Kita harus bergerak lebih cepat dari rentenir, melalui FGD ini diharapkan bisa menghasilkan strategi-strategi untuk mengatasi praktek rentenir, sehingga Kota Bandung bisa menjadi kota yang bersih dari rentenir," ujarnya.
Yana mengatakan, seiring perkembangan teknologi, saat ini operasi rentenir sudah semakin canggih. Tak jarang, para rentenir itu berpura-pura membuka koperasi simpan pinjam padahal isinya praktik rentenir.
Termasuk memanfaatkan teknologi digital atau kerap disebut pinjaman online atau pinjol. Rentenir ini memberi kemudahan dalam proses pinjaman sehingga hal itulah yang membuat masyarakat akhirnya terjebak.
"Rentenir bisa menagih setiap hari, dan bagi pedagang kalau dia ditagih sekaligus sebulan Rp100 ribu rasanya mahal, tapi kalau sehari Rp5.000 dia mampu. Padahal jadinya Rp150 ribu (sebulan)," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas KUKM Kota Bandung Atet Dedi Handiman mengatakan sejak pandemi Covid-19 terjadi kenaikan pengaduan yang didominasi korban pinjaman online. Sebagian besar dari mereka terpaksa meminjam karena untuk membuka usaha dan biaya hidup sehari-hari.
"Ada kenaikan pengaduan sebanyak 34 persen. Latar belakangnya karena untuk membuka usaha biaya hidup, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Tindak lanjut dari pengaduan dilakukan mediasi dan advokasi, penyelesaian mandiri dan kemitraan," katanya.
Atet mengakui, pandemi covid-19 telah berdampak terhadap perekonomian masyarakat termasuk para pedagang kecil.
"Sehingga ada beberapa masyarakat yang memilih jalan pintas, salah satunya dengan meminjam ke rentenir dan pinjaman online," tuturnya.