Ekonomi China hanya mampu mencapai level 4,9 persen pada kuartal III 2021 kemarin. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan kuartal ketiga tahun lalu dan kuartal kedua tahun ini yang sebesar 7,9 persen.
Pertumbuhan juga berada di bawah perkiraan analis yang sebelumnya meramal ekonomi China masih kuat tumbuh 5,2 persen pada kuartal III tahun ini. Dengan ini, secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi China turun 0,2 persen pada Juli-September.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertumbuhan menandakan ekonomi China kembali melambat, setelah kuartal pertama tahun ini sempat melesat 18,3 persen.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini kemungkinan besar dipicu krisis energi yang melanda China belakangan ini. Krisis mengganggu kegiatan ekonomi dan industri.
Tak hanya itu, masalah keuangan yang menimpa perusahaan properti raksasa Evergrande dan lainnya juga ditengarai menjadi salah satu pemicunya.
Kepala Ekonomi Asia Oxford Economics Louis Kuijs berharap dalam beberapa bulan ke depan pemerintah China bisa mengambil kebijakan penting untuk memperkuat ekonomi lagi dan meredam kekhawatiran pasar global atas Negeri Tirai Bambu itu.
"Termasuk memastikan likuiditas yang cukup di pasar antar bank, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan melonggarkan beberapa aspek kebijakan kredit dan properti secara keseluruhan," kata Louis dikutip dari Reuters, Senin (18/10).
Ia menambahkan Kekhawatiran global akan kemungkinan risiko kredit dari sektor properti China ke ekonomi akan semakin meningkat karena pengembang utama China seperti Evergrande Group masih bergulat dengan utang lebih dari US$300 miliar.
Sementara itu Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan China memiliki banyak 'alat' untuk mengatasi tantangan ekonomi meskipun pertumbuhan melambat. Ia meyakini pemerintah dapat mencapai tujuan pembangunan dalam setahun ke depan.