Hubungan Dagang RI-Turki di Tengah Polemik Nama Jalan Ataturk
Indonesia berencana menggunakan nama Presiden ke-1 Turki Mustafa Kemal Atatürk sebagai salah satu nama jalan di DKI Jakarta. Tepatnya, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Rencana ini merupakan balasan atas permintaan Kedutaan Besar Indonesia untuk Turki di Ankara untuk mengubah nama jalan di depan kedutaan dari Holland Street menjadi Jalan Soekarno.
Kendati demikian, rencana ini mengundang pro dan kontra karena ada sebagian suara yang setuju dan tidak.
Salah satunya, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Ia menolak rencana tersebut karena menganggap Ataturk menjauhkan warga Turki dari ajaran Islam demi membuat negara itu menjadi lebih maju.
"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," kata Anwar dalam keterangan resminya, Minggu (17/10).
Ketua DPW PKS DKI Jakarta Khoirudin juga mendorong pembatalan rencana penggunaan nama Ataturk sebagai nama jalan di Indonesia.
"Jika memang sangat merugikan dan menyakiti kaum muslimin, lebih baik dibatalkan pemberian nama jalan tersebut," ucap Khoirudin.
Kendati begitu, Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Syamsul Maarif mengaku sah-sah saja menggunakan nama Ataturk. Bahkan, ia menilai respons MUI dan PKS berlebihan.
"MUI dan PKS tanggapannya nolak? Nah itu lebay menurut saya. MUI dan PKS itu lebay. Memandangnya parsial saja," ujar Syamsul kepada CNNIndonesia.com.
Lepas dari polemik itu, Indonesia dan Turki sejatinya merupakan negara mitra dagang yang sudah menjalin hubungan sejak lama. Bahkan, Indonesia kerap memperoleh surplus perdagangan dari negara di kawasan Timur Tengah itu.
Data Kementerian Perdagangan mencatat realisasi perdagangan antara Indonesia dan Turki mencapai US$1,32 miliar pada Januari-Agustus 2021. Nilai itu berasal dari ekspor Indonesia ke Turki sebesar US$1,05 miliar dan impor Turki ke Indonesia US$269,98 juta.
Dengan begitu, Indonesia memperoleh surplus sekitar US$780,25 juta dari total perdagangan dengan Turki dalam delapan bulan pada tahun ini.
Nilai surplus ini bahkan sudah melampaui tahun sebelumnya, yakni sekitar US$773,95 juta pada Januari-Desember 2020.
Kendati begitu, realisasi ini bukan yang terbesar. Dalam lima tahun terakhir, surplus perdagangan terbesar pernah diraih Indonesia pada 2019 atau sebelum pandemi covid-19, yaitu mencapai US$805,64 juta. Sementara yang terendah terjadi pada 2017, yakni US$634,87 juta.