ANALISIS

Melirik Opsi Pelita Air Gantikan Terbang Garuda Indonesia

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 26 Okt 2021 07:00 WIB
PT Pelita Air Service (PAS) bisa menjadi opsi untuk menggantikan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk apabila langkah restrukturisasi gagal.
PT Pelita Air Service (PAS) bisa menjadi opsi untuk menggantikan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk apabila langkah restrukturisasi gagal. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ibarat pepatah, nasib PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kini bisa dibilang 'mati segan, hidup pun tak mau'. Pasalnya, kinerja dan keuangan maskapai nasional itu benar-benar terseok dan berada di ujung tanduk.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan buruknya kondisi Garuda saat ini terjadi karena kesalahan tata kelola dan manajemen terdahulu. Perusahaan dulu terlalu mudah meneken perjanjian kontrak sewa pesawat.

Akibatnya, biaya operasional jadi tidak efisien, sementara pendapatan juga tidak tinggi signifikan dan muncul lah utang di mana-mana. Bahkan, pendapatan semakin 'terjun payung' ketika pandemi covid-19 mewabah di Indonesia dan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat mau tidak mau harus diterapkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita tahu kondisi Garuda seperti ini karena dulu itu kan ugal-ugalan penyewaan pesawat yang dilakukan pihak Garuda dan ugal-ugalan ini lah yang membuat kondisi Garuda. Parah lagi dengan kondisi corona saat ini," kata Arya kepada awak media, Senin (25/10).

Kondisi mengenaskan ini membuat pemerintah coba putar otak untuk menyelamatkan Garuda. Salah satunya dilakukan dengan langkah restrukturisasi melalui negosiasi pembayaran utang kepada para kreditur (lessor).

Jika ini berhasil, pemerintah yakin Garuda bisa dipertahankan. Apalagi, pembatasan mobilitas perlahan sudah longgar, sehingga Garuda bisa mengudara lagi dan menangkap cuan.

Masalahnya, tak semua pihak bisa menunggu Garuda pulih dengan sendirinya. Terbukti, beberapa pihak kini justru melayangkan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke perusahaan pelat merah itu.

Isu penyelamatan lain pun mulai muncul ke publik, yaitu mengganti Garuda dengan PT Pelita Air Service (PAS), maskapai penerbangan charter yang semula digagas PT Pertamina (Persero). Sayangnya, pemerintah belum mau membuka suara secara utuh mengenai rencana ini.

"Soal opsi mengenai Pelita, itu nanti lah," imbuh Arya.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengamini bahwa kondisi Garuda saat ini memang dilematis. Di satu sisi, sebenarnya ada prospek peningkatan bisnis bagi maskapai sejalan dengan pelonggaran kebijakan PPKM.

"Ada estimasi demand yang meningkat karena mobilitas yang semakin longgar. Apalagi, captive market angkutan haji atau umrah sudah akan dibuka kembali juga," ungkap Toto kepada CNNIndonesia.com.

Tapi memang, tak semua kreditur bisa menunggu. Masalahnya, ketika negosiasi dengan kreditur gagal atau terus menemui 'jalan buntu', maka kemampuan pemerintah untuk menyelamatkan maskapai bersejarah Indonesia itu pun semakin minim.

Sebab, utang perusahaan sudah sangat menumpuk, sekitar Rp70 triliun sampai semester I 2021, meski sekitar Rp12,8 triliun di antaranya telah mendapat keringanan utang dari 11 kreditur.

Sementara kinerja keuangan masih 'boncos', di mana perusahaan membukukan rugi US$898,65 juta atau setara Rp12,8 triliun (kurs Rp14.250 per dolar AS) pada periode yang sama.

Bahkan, sambung Toto, buruknya kinerja keuangan emiten berkode GIAA itu, membuat pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) alias SMI belum bisa memberikan dana talangan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) kepada BUMN itu.

Hal ini pula yang menjadi sorotan pengamat penerbangan Alvin Lie. Menurutnya, utang Garuda sudah terlalu tinggi, maka tak heran satu per satu gugatan PKPU telah melayang dari kreditur di pengadilan.

"Secara perhitungan bisnis terlalu berat. Tentu jauh lebih murah membangun airlines baru atau mengembangkan airlines lain yang saat ini skalanya lebih kecil, namun sehat secara finansial," ucap Alvin.

Hal ini pula yang diduga menjadi alasan pemerintah tak kunjung memberikan dana negara kepada Garuda, entah yang berbentuk dana talangan PEN maupun suntikan penyertaan modal negara (PMN) dalam rangka restrukturisasi utang. Apalagi, kata Alvin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi sinyal ingin menutup BUMN-BUMN yang terus merugi.

"Pernyataan Presiden Jokowi bisa diterjemahkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan bahwa pemerintah cenderung akan lepas tangan dan membiarkan Garuda pailit dan tutup," tuturnya.

Ekonom INDEF Tauhid Ahmad turut mengamini pandangan ini. Bahkan, menurutnya, opsi menutup maskapai penerbangan dengan alasan pailit telah banyak terjadi di berbagai negara.

"Lebih mudah buat maskapai baru, banyak negara memailitkan maskapainya, meski kalau Garuda ini mungkin agak beda karena bukan swasta, tapi maskapai pemerintah dan bersejarah," ungkap Tauhid.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Pelita Air Siap Gantikan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER