Goldman Sachs memperingatkan gangguan arus barang yang terjadi akibat kemacetan ekstrem di pelabuhan Long Beach dan Los Angeles, Amerika Serikat (AS).
Peringatan mereka berikan setelah pada September lalu, Goldman Sachs menemukan sekitar sepertiga kontainer pengiriman di pelabuhan Los Angeles dan Long Beach tertahan selama lebih dari lima hari setelah keluar dari kapal.
Menurut mereka, gangguan itu bisa mengakibatkan barang senilai US$24 miliar atau Rp339 triliun (Kurs Rp14.145 per dolar AS) terombang ambing di pelabuhan terbesar California itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Goldman Sachs menyatakan potensi kerugian itu bisa bertambang besar. Pasalnya kemacetan di pelabuhan itu mereka prediksi tidak akan bisa diatasi tahun ini.
Bahkan, gangguan bisa menjadi parah pada 2022 mendatang. Dengan kata lain, beban biaya logistik akibat kemacetan di pelabuhan itu berpotensi terjadi hingga pertengahan tahun depan.
"Tidak ada solusi segera untuk mengatasi ketidakseimbangan pasokan permintaan yang mendasari di pelabuhan AS yang tersedia," kata mereka seperti dikutip dari CNN.com, Selasa (26/10).
Mereka menambahkan kemacetan lalu lintas barang itu bisa menjadi berita buruk bagi perekonomian dan orang Amerika sehari-hari. Pasalnya, karena kemacetan itu, biaya atau harga barang akan bertambah mahal, pengiriman barang banyak tertunda dan konsumen di Negeri Paman Sam hanya memiliki sedikit pilihan barang untuk dibeli.
Goldman Sachs mengakui, awal bulan ini, Gedung Putih sudah memerintahkan otoritas pengelola Pelabuhan Los Angeles, serikat pekerja serta perusahaan yang terkait untuk meningkatkan operasi 24 jam sehari selama 7 hari supaya masalah kemacetan bisa diatasi.
Menurut mereka, perintah itu bisa membantu mengatasi masalah. Syaratnya, ada kerja sama dan bahu membahu antara pihak terkait di pelabuhan seperti pengemudi truk, operator kereta api dan gudang untuk mempercepat arus barang.
Upaya itu, kata mereka, kelihatannya sulit dilakukan untuk saat ini. Pasalnya, pekerja dan pengemudi truk sangat kurang.