Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai jaringan kantor cabang dan mesin ATM akan menjadi beban bagi perbankan. Masalahnya, nasabah akan lebih banyak menggunakan uang elektronik dibandingkan uang tunai.
"Ke depan orang sudah menggunakan uang elektronik. ATM tidak bermanfaat lagi. Kalau sudah bertransaksi secara maya, kantor cabang tidak unggul lagi," kata Piter dalam Jago Bootcamp di Denpasar, Bali, Kamis (28/10).
Dulu, bank berlomba-lomba punya kantor cabang dan mesin ATM. Hal itu untuk memudahkan masyarakat membuka rekening dan mengambil dananya kembali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Jumlah kantor cabang dan mesin ATM akan menjadi unggulan tersendiri bagi masing-masing perbankan.
"Tapi yang dulu merupakan keunggulan, nanti bisa jadi beban," terang Piter.
Terlebih, bank digital mulai bermunculan di Indonesia. Beberapa contohnya, seperti Bank Jago, Digibank, Wokee, dan Blu.
Menurut Piter, biaya operasi bank digital akan lebih murah ketimbang bank konvensional. Sebab, bank digital tak perlu banyak kantor cabang dan mesin ATM.
"Pada akhirnya semua bank nanti adalah bank digital karena tuntutan. Lima sampai 10 tahun bank akan menjadi bank digital," imbuh Piter.
Ia mengatakan terdapat beberapa kriteria bank digital, yakni memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang aman dan berkesinambungan, serta memiliki manajemen risiko yang memadai.
Lalu, memenuhi aspek tata kelola dan direksi yang berkompetisi, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah, serta memberikan upaya yang berkontribusi terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital.
(aud/sfr)