Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan negara-negara maju belum merealisasikan komitmen pendanaan perubahan iklim senilai US$100 miliar atau Rp1.418,295 triliun (kurs Rp14.189 per dolar AS) bagi dunia, khususnya negara berkembang. Padahal, komitmen itu sudah mereka nyatakan sejak 2019.
"Negara maju berkomitmen memberikan US$100 miliar sejak 2019 hingga sekarang di 2021 tidak ter-deliver," ujar Ani, sapaan akrabnya di acara Youth Camp for Future Leader on Environment, Senin (15/11).
Akibat ingkar janji negara maju itu, ia menyebut berbagai target dalam rangka mencegah dampak perubahan iklim di dunia belum juga tercapai. Salah satunya, mencegah suhu bumi memanas sekitar 1,5 derajat Celcius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, suhu bumi sudah memanas sekitar 1,1 derajat Celcius. Bahkan, ramalan sejumlah pakar lingkungan di dunia memperkirakan suhu bumi justru bisa memanas hingga 3 persen bila dampak perubahan iklim tidak segera dicegah.
"Makanya kelihatan, semua komitmennya tidak jalan dan tadi, suhu udara kalau dibiarkan terus bisa naik di atas 3 persen," katanya.
Padahal, menurut Ani, negara-negara berkembang di dunia telah berkomitmen untuk menurunkan kadar emisi mereka sebagai salah satu aksi untuk mencegah perubahan iklim. Masalahnya, negara berkembang kerap terhambat merealisasikan aksi ini karena tidak punya sumber pendanaan yang memadai.
Maka dari itu, negara berkembang ingin ada kucuran pendanaan dari para negara maju. Hal ini pun terjadi pula di Indonesia.
"Di Indonesia kita sampaikan kita punya tekad tapi dunia menjanjikan akan membantu negara-negara berkembang, tapi ternyata tidak keluar dengan apa yang disebut pemenuhan janji tersebut. Ini menjadi sesuatu yang harus kita perjuangkan," ucapnya.
Di sisi lain, bendahara negara mengklaim sudah terus menghitung kebutuhan dana pencegahan perubahan iklim tersebut, baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), swasta, dan sumber-sumber lain.