Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kesulitan membantu penanganan banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, yang tidak kunjung surut. Pasalnya, area resapan berubah dan banjir nyaris merata.
"Kami punya bahan-bahan (untuk penanganan) banjir, tapi kalau kanan kiri banjir kan enggak ada fungsinya," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko kepada CNNIndonesia.com, Selasa (16/11).
Menurutnya, kondisi saat ini dipengaruhi oleh area resapan sepanjang sungai yang berubah. Sungai yang mulanya didesain saat area sekitarnya masih hutan mengandalkan hutan sebagai tempat penyerapan air. Namun, area hutan tersebut kini berubah menjadi perkebunan dan kerap dilewati oleh kendaraan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Akhirnya, jalanan yang kerap dilewati oleh kendaraan tersebut memiliki permukaan keras dan sulit meresap air hujan.
"Jadi kalau ada hujan turun, itu yang meresap (ke dalam tanah) enggak sampai 20 persen, sedangkan 80 persen langsung masuk ke sungai," tutur Jarot yang juga memangku jabatan Dewan Komisaris Wijaya Karya.
Di sisi lain, menurutnya, sungai tersebut tidak cukup untuk menampung intensitas hujan yang tinggi di Sintang.
"Panjang 1000 kilo sungai itu, (saat) hujan turun masuk ke sungai semua, kan enggak mampu sungai itu (menampung). PU (KemenPUPR) mau pake alat berat pun enggak akan mampu," ucapnya.
Terlebih, Jarot mengakui sulit untuk mengeruk sungai lebih dalam sebab mengeruk Sungai Kapuas yang sepanjang 1.000 km membutuhkan biaya besar.
Kondisi tersebut diperparah oleh air laut yang juga sedang pasang sehingga makin menyulitkan air sungai mengalir ke laut.
"Jadi itu kebetulan air laut tinggi pasang, sehingga air (dari sungai) tidak bisa keluar. Lalu juga intensitas hulu sedang tinggi sehingga debit banjir tidak segera menurun," tutup Jarot.
"Jadi airnya sudah jenuh, ketambahan enggak bisa meresap ke dalam tanah, masuk ke sungai, sungainya sudah penuh," ujarnya.