DPR Kritik UMP Naik 1,09 Persen: Tak Penuhi Kebutuhan Buruh

CNN Indonesia
Jumat, 19 Nov 2021 06:56 WIB
Anggota Komisi IX DPR menilai rata-rata kenaikan UMP 2022 1,09 persen tak mampu mengimbangi kenaikan harga kebutuhan dasar masyarakat.
Anggota Komisi IX DPR menilai rata-rata kenaikan UMP 2022 1,09 persen tak mampu mengimbangi kenaikan harga kebutuhan dasar masyarakat. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Aria Ananda).
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi IX DPR mengkritik keputusan pemerintah yang hanya menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2022 secara rata-rata nasional sebesar 1,09 persen. Pasalnya, besaran tersebut dinilai tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh.

Salah satu kritik datang dari Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati. Menurutnya, besaran kenaikan upah minimum itu tidak bisa membuat buruh memenuhi kebutuhan sehari-harinya ke depan.

"Kalau naik 1,09 persen, rasanya tidak bisa mengimbangi kenaikan kebutuhan dasar hidup teman-teman pekerja," ujar Kurniasih kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, ia meminta agar pemerintah bisa mengkaji kembali keputusan tersebut. Dalam kajian, sambungnya, ada baiknya pemerintah mengundang serikat pekerja atau buruh untuk berkomunikasi.

Pasalnya, kebijakan ini menyangkut hak-hak pekerja. Komisi XI pun, katanya, sudah memberitahu soal masukan ini kepada pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan.

"Sehingga kebijakan sudah atas dasar dialog," imbuhnya.

Senada, Anggota Komisi XI DPR lainnya, Netty Prasetiyani Heryawan juga menilai besaran kenaikan UMP tidak sepadan dengan potensi pengeluaran buruh ke depan. Hal ini tercermin dari tingkat kenaikan harga atau inflasi barang kebutuhan sehari-hari.

Tercatat, inflasi sudah mencapai kisaran 1,66 persen per Oktober 2021. Artinya, besaran kenaikan UMP 2022 lebih rendah dari inflasi.

"Jumlah kenaikan ini sangat kecil sekalipun diukur dari sisi inflasi yang hanya merupakan salah satu indikator dalam penentuan upah," ucap Netty.

Selain lebih rendah dari inflasi, menurut politikus PKS itu, besaran kenaikan upah minimum juga tidak mempertimbangkan indikator lain yang seharusnya turut diperhitungkan. Misalnya, tingkat daya beli, penyerapan tenaga kerja, hingga median upah sesuai dengan yang dijanjikan pemerintah.

Untuk itu, ia meminta pemerintah agar mempertimbangkan kembali penetapan besaran kenaikan upah minimum berdasarkan aspirasi buruh.

"Apakah pemerintah sudah melakukan survei terhadap harga bahan pokok di pasar? Jangan hanya berpihak pada kalangan pengusaha, tapi harus memperhatikan juga kesejahteraan dari para pekerja. Apalagi selama pandemi ini kebutuhan dan biaya hidup terus naik," tuturnya.

Di sisi lain, ia mewanti-wanti pentingnya kebijakan yang tepat dalam penentuan UMP. Sebab, laju pendapatan akan berdampak pada daya beli, konsumsi masyarakat, hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

"Tapi, jika UMP tidak naik atau bahkan turun maka konsumsi produk masyarakat juga akan menurun, sehingga lapangan kerja baru sulit untuk dibuka," tekannya.

Sementara Konfederasi Serikat Perburuhan Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan UMP 2022 di kisaran 7-8 persen. Permintaan ini didasari oleh survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan oleh para buruh.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sudah menetapkan kenaikan UMP 2022 secara rata-rata nasional sebesar 1,09 persen.

Namun, besaran kenaikan UMP per provinsi tergantung pada penetapan gubernur yang akan diumumkan paling lambat pada 20 November 2021.

[Gambas:Video CNN]



(uli/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER