Melawat Sisa Pabrik Semen Pertama Asia Tenggara di Indarung, Padang

Agus Triyono | CNN Indonesia
Senin, 29 Nov 2021 06:37 WIB
Indonesia pernah memiliki pabrik semen pertama di Asia Tenggara. Pabrik yang berlokasi di Padang, Sumbar itu kini usianya renta. Berikut gambarannya.
Pabrik Indarung I yang menjadi cikal bakal lahirnya Semen Padang kini tua renta di makan usia. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra).
Padang, CNN Indonesia --

Indonesia pernah memiliki pabrik semen pertama di Asia Tenggara. Pabrik yang berlokasi di Padang, Sumatra Barat, ini didirikan pada 1910 atas inisiasi seorang perwira Belanda berkebangsaan Jerman Carl Christopus Lau.

Pabrik diinisiasi setelah jebolan teknik sipil itu menemukan batuan 'emas' berupa kapur dan silika yang merupakan bahan baku semen di Bukit Ngalau dan Karang Putih di Nagari Lubuk Kilangan. 

Atas temuan itulah, ia mengajukan proposal pendirian pabrik ke pemerintah Hindia Belanda dan akhirnya disetujui. Pabrik kemudian berdiri dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NI-PCM), Indarung I yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Semen Padang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski sudah didirikan dan diresmikan sejak 1910, tapi, pabrik Indarung I baru mulai berproduksi 1911. Produksi pertama tembus 25 ribu vaten (satuan berat semen berupa drum pada waktu itu) atau 50 ribu ton. 

Sukses dengan produksi itu, pabrik semen diperluas pada periode 1913-1919 dari lokasi semula sampai 130 meter ke utara, 284 meter ke timur, 121 meter ke selatan dan 277 meter ke arah barat. 

Namun, akibat persoalan teknis, upaya tersebut tak membuahkan hasil gemilang ke produksi semen. Bahkan, produksi semen pabrik Indarung I cenderung turun naik. Pada 1913 misalnya, pabrik hanya mampu memproduksi 27 ribu ton, 1916 mencapai 37.920 ton dan 1919 turun menjadi 29.557 ton.

Laporan yang masuk ke Direksi Perusahaan NV NI-PCM di Amsterdam, penurunan produksi terjadi akibat kelemahan manajemen. Masalah lain, mesin sering macet.

[Gambas:Video CNN]

Seorang konsultan ahli dari Amsterdam bernama Erick Klem yang ditugaskan pemerintah Hindia Belanda menyelidiki masalah itu dalam temuannya menyebut pabrik memang tidak diurus dengan baik.

Tungku dapur tempat memasak slurry tidak dapat beroperasi secara teratur dan sering macet. Akibatnya, sebagian besar semen yang diproduksi berkualitas buruk, mudah hancur dan sukar membeku. 

NV NI-PCM menggunakan temuan itu sebagai bahan perbaikan. Upaya demi upaya mereka lakukan agar produksi bisa kembali digenjot. Setelah 1920-an, produksi semen pabrik Indarung I membaik.

Pada 1920 misalnya, produksi kembali naik jadi 40.120 ton. Pada 1926, atau saat Jam Gadang dibangun, produksi melesat jadi 108 ribu ton. 

Jatuh ke Tangan Jepang

Namun Perang Dunia II membuat peta jalan kelangsungan produksi Indarung I berubah. Ketakutan karyawan terkena serangan bom dari Jepang mendorong mereka kabur dari pabrik sehingga operasinya berhenti total.

Pada 1942, pabrik dikuasai Jepang. Mereka menguasai manajemen pabrik. Nama perusahaan mereka ubah menjadi Asano Cement kemudian berganti menjadi Pabrik Semen Indarung. 

Pada periode 1942-Agustus 1944, pabrik itu berhasil memproduksi 300 ribu ton. Tapi, itu tak berlangsung lama.

Serangan pasukan sekutu pada Agustus 1944 menghancurkan pabrik dan mesin-mesinnya. Pada 1947, atau dua tahun setelah Indonesia merdeka, pabrik yang semula rusak parah bisa beroperasi kembali di bawah kekuasaan Indonesia meski dalam jumlah kecil.

Suasana perang yang sulit membuat roda produksi berjalan seadanya. Hingga akhirnya, pada 1958, pabrik dinasionalisasi dan resmi menjadi milik Indonesia. 

Setahun setelah proses nasionalisasi, Semen Padang berhasil membukukan produksi 125 ribu ton. Semen Padang berhasil tumbuh besar. Pada 1980-1990-an, mereka menjadi perusahaan semen terbesar kedua di Indonesia. 

Keropos di Makan Usia

Namun, di usianya yang sudah menginjak 111 tahun ini, pabrik semen Indarung I tinggal kenangan. Operasinya terhenti sejak 1999. Cerobongnya mulai keropos.

Saat CNNIndonesia.com berkesempatan berkunjung ke pabrik itu pada pertengahan pekan lalu, beberapa bagian bangunan sudah lapuk di makan usia tertutup lumut dan semak belukar.

Atap pabrik melompong tanpa sisa tak jelas kemana rimbanya.  Direktur Keuangan PT Semen Padang (Persero) Tubagus Muhammad Dharury mengatakan ada wacana menjadikan bekas pabrik itu menjadi museum.

"Ini yang kami pikirkan dan sedang dalam kajian karena kalau ini jadi museum itu kami harus tetap berkordinasi dengan SIG Group. Karena bagaimanapun mengelola cagar budaya untuk dikenal masyarakat tetap memerlukan effort serius," katanya.

Sembari menunggu hasil kajian dan koordinasi, ia menambahkan perusahaan tetap menjaga pabrik itu. Itu semua dilakukan dengan menjaga kebersihan pabrik

"Sementara ini kami hanya bisa menjaga dan menghindarkan pabrik dari korosi," katanya.

(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER