Agen LPG 3 Kg di bawah naungan DPC I Hiswana Migas di Sulawesi Selatan melayangkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Lewat surat tersebut, para agen elpiji melon mengeluhkan tagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dinilai terlalu tinggi.
Mereka mengaku dalam tiga tahun terakhir, para agen LPG 3 Kg harus membayar PPN antara Rp1 miliar sampai Rp1,5 miliar.
Cerita ini mencuat pertama kali pada 2018 lalu, saat kantor pelayanan pajak daerah Sulsel menagihkan PPN kepada agen penyalur LPG 3 Kg dengan rentang waktu 2015-2018 yang mencapai Rp1,5 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para agen LPG 3 Kg berpendapat penagihan PPN itu tidak mempunyai dasar hukum jelas. Sebab, dalam PMK Nomor 220 Tahun 2020, pajak ditanggung konsumen akhir. Bukan agen penyalur.
"Kami di posisi ,agen tidak pernah menentukan harga atau pun sistem penyaluran seperti apa. Namun, pejabat di KPPD seolah ingin menjadikan potensi PPN dari LPG menjadi terutang kepada agen, yang seharusnya masih subsidi negara," ungkap Maulana Azis, salah satu agen LPG 3 Kg, Jumat (3/12).
Karenanya, Maulana dan agen LPG 3 Kg lainnya menyampaikan keberatannya terhadap tagihan PPN tersebut.
"Kami menyurati ibu Menteri Keuangan karena dia adalah penentu kebijakan mengenai program subsidi. Kemudian ke DPR, dengan harapan DPR bisa memfasilitasi kami mencari solusi," terang dia.
Selama ini, sambung Maulana, para agen menjual LPG 3 Kg sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan putusan dari pusat dan pemerintah daerah.
"Harga awal pada 2007 sebesar Rp12.750. Kemudian, pada 2015 berdasarkan petunjuk dari pusat menerbitkan HET. Disitu ada selisih biaya. tapi selisih ini dianggap sebagai potensi penghasilan. Sebenarnya tidak ada seperti itu karena ini bukan bisnis tapi pelayanan kepada masyarakat," imbuhnya.
Saat ini, Maulana mengaku, para agen penyalur sangat dirugikan karena tagihan PPN tersebut. Sebab, dana yang sudah digunakan untuk operasional tiga tahun lalu itu, kini diminta.
"Kenapa tidak ditagih tahun itu juga, kenapa harus tahun ini? Tagihan PPN ada yang Rp500 juta, Rp1 miliar, Rp1,5 miliar per tahun. Ini kan sangat merugikan," tandasnya.