Di sisi lain, AAJI mencatat realisasi dana kelola investasi dari para anggota tumbuh 6,4 persen dari Rp448,96 triliun menjadi Rp477,84 triliun.
Portofolio investasi ini terdiri dari reksa dana 32 persen, saham 28 persen, SBN 21 persen, sukuk 8 persen, 6 persen deposito, dan lainnya, seperti bangunan dan tanah, penyertaan langsung, hingga emas murni.
"Emas murni juga mulai dilirik dengan nilainya Rp60 miliar," ungkap Ketua Bidang Keuangan Pajak dan Investasi AAJI Simon Imanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Secara rinci, dana kelola investasi di reksadana mencapai Rp153,55 triliun atau naik 3,4 persen dari Rp148,56 triliun. Lalu, di saham Rp132,02 triliun atau melejit 18,7 persen dari Rp111,24 triliun.
Sementara, di SBN Rp98,02 triliun atau melonjak 17,3 persen dari Rp83,59 triliun dan sukuk korporasi Rp39,56 triliun atau turun 1 persen dari Rp39,96 triliun.
"Sekitar 35 persen dana kelola investasi ditempatkan pada instrumen yang dapat mendukung pembangunan negara, seperti obligasi, sukuk, dan SBN," pungkasnya.
Prospek 2022
Budi menilai prospek bisnis industri asuransi jiwa cukup baik ke depan, meski pandemi covid-19 belum usai. Bahkan, varian baru, omicron asal Afrika Selatan mulai menyebar ke banyak negara di dunia.
"Dengan omicron, tentu akan menyebabkan tren naik, waves, tapi anggota kami masih komit untuk menanggung klaim nasabah ke depan dan yang kami cermati, kesadaran masyarakat untuk memiliki proteksi asuransi meningkat dengan baik di masa pandemi," ucap Budi.
Begitu juga dengan produk asuransi unit link. Menurut Simon, kondisi perekonomian dan pasar keuangan Indonesia yang mulai membaik membuat masyarakat masih akan melirik produk asuransi unit link.
Bahkan, menurutnya, ketertarikan terhadap produk unit link tetap ada meski ada isu bank sentral AS, The Federal Reserve bakal mengurangi likuiditas (tapering) di pasar keuangan dan berpotensi memberi dampak ke negara lain, termasuk Indonesia.
"Karena produk ini ada premi untuk proteksi dan investasi," jelasnya.